Jumat, 28 Agustus 2009

SMANSA

Diposting oleh Eka Suzanna di 01.16 0 komentar

Hanya SATU, Anak SMANSA!

Pada Senin pagi ini, seluruh murid SMA N 1 Tarakan akan melaksanakan upacara bendera bersama dengan para guru dan staf SMA N 1. Para murid berbaris dengan rapi di lapangan dan mereka semua menggunakan perlengkapan seragam sekolah. Tetapi dengan hanya menatap sekilas kita dapat melihat perbedaan antara barisan sebelah kiri dan kanan. Barisan kanan diisi oleh para murid yang berpakaian seragam yang lengkap dan sederhana. Sedangkan pada barisan sebelah kanan diisi oleh para murid yang dandanannya dapat dikatakan tidak mendekatin sederhana. Mereka berseragam dengan gaya yang menunjukkan mereka adalah orang kaya. Tidak salah kalau ada yang menyebut mereka sebagai kelompok murid borjuis sebagai bahasa moderennya, yang artinya adalah kelompok anak orang kaya. Biasanya dinamakan tajir.

Pada awalnya, sekolah ini tidak bermaksud membedakan murid yang kaya atau sederhana. Pihak sekolah lebih mengutamakan kemampuan otak daripada materi. Jadi tidak salah kalau orang luar mengatakan murid SMA N 1 adalah murid-murid yang cerdas. Tapi tanpa disadari, para murid SMA N 1 sudah terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok awam dan kelompok borjuis. Nama kelompok itu ditentukan sendiri oleh para murid borjuis. Mereka menganggap diri mereka memiliki derajat lebih tinggi dibandingkan para murid dari kelompok sederhana alias kelompok awam. Sampai saat ini, kedua kelompok itu selalu bersaing dalam segala hal. Mulai dari mengenai pelajaran hingga beberapa acara kegiatan di sekolah, kedua kelompok itu selalu bersaing untuk membuktikan siapa yang terbaik.

Upacara pagi ini selesai. Para murid segera kembali ke kelasnya masing-masing. Chintya dan Riska berbincang-bincang selama perjalanan menuju kelas mereka, kelas 2 IPA 1.Mereka berdua adalah murid yang termasuk dalam kelompok awam. Dan bagi mereka, kelompok borjuis yang sombong itu adalah musuh besar mereka.

Tiba di kelas, mereka berdua bergabung dengan murid-murid lain. Tiba-tiba ada yang menyadari bahwa hari ini adalah tanggal 1 Agustus 2009.

Wah, berarti sebentar lagi ulang tahun sekolah kita, dong. Sekolah kita kan akan mengadakan acara ulang tahun pada tanggal 15 Agustus nanti. Sekitar dua minggu lagi, dong,” celetuk Dede.

“Betul. Kira-kira nanti bagaimana ya acaranya?” Chintya membayangkan acara ulang tahun sekolah yang seru.

“Kemungkinan biasa saja seperti tahun-tahun sebelumnya. Acaranya berupa fashion show, pemilihan King and Queen, dan tentu saja acara dansa,” jawab Echa. Gadis itu masih sangat ingat bagaimana perayaan ulang tahun sekolah pada tahun kemarin. Murid dari kelompok borjuis mengundang beberapa anak band untuk mengisi acara dan mereka juga memberikan kewajiban bagi para undangan untuk menggunakan pakaian yang modis.

Coba untuk tahun ini perayaan ulang tahun sekolah dengan dress code batik. Sekarang kan ngetrend banget tuh…” Chintya mengungkapkan pikirannya. Dari dulu dia memang sangat ingin menggunakan batik pada acara sekolah.

“Hah? Batik? Duh, ribet banget sih…Echa kan nggak punya batik. Kenapa harus pakai baju batik? Pakai baju yang biasa ajalah….yang netral,” kata Echa yang tidak setuju dengan dress code batik.

Lho, kalau setahun sekali kan ndak apa-apa dong, Cha. Memangnya kamu mau kalau seperti tahun kemarin, kita disuruh pakai baju yang gaya-gayanya anak borjuis gitu? Ihhhh….kalau aku sih mending tidak hadir di acaranya aja daripada pakai baju seperti mereka. Huwweekk…” Chintya pura-pura muntah karena jijik.

Brak!! Pintu kelas terbanting ke tembok dengan keras. Ternyata yang membanting pintu itu adalah Azlina, salah satu anak dari kelompok borjuis. Di belakangnya berdiri dua anak, temannya yang juga termasuk dari kelompok borjuis. Dua anak itu bernama Karina dan Hawa.

Heh, siapa yang tadi tuh barusan ngomong? Maksudnya apa ngatain kami seperti itu, hah!?” gertak Azlina kasar. Dia dan dua temannya segera masuk ke kelas menghampiri Chintya dan teman-temannya.

“Siapa yang tadi ngomong?? Ngaku gak!?” bentak Azlina saat tiba di depan anak-anak awam.

Lukman hanya menunduk diam tidak berani berkomentar apapun. Dia memang tidak mau ngambil resiko apabila berani melawan anak-anak dari kaum borjuis. Echa juga ikutan diam meskipun dengan mata berkaca-kaca. Dia memang gadis sensitive. Sedikit saja kena bentak langsung mau nangis. Chinyta segera berdiri dan berhadapan dengan Azlina. Tubuh Azlina yang lebih tinggi 3 cm dari dirinya membuat dia harus mendongakkan kepala sedikit.

“Aku! Kenapa? Marah?” tantang Chintya berani.

Dengan mata yang melotot marah, Azlina menuding Chintya. “Ooh, jadi loe? Berani nyolot ya loe sekarang!? Loe pikir hebat ngomong kayak gitu?”

Yaeyalah, hebat!” sahut Chintya dengan nada sinis.

Azlina sudah siap mau menampar muka Chintya. Tapi sebelum itu terjadi, Karina dan Hawa segera menahan.

“Aje….udahlah. Ngapain loe buang-buang tenaga buat orang-orang kayak mereka?” sindir Karina sengaja. Azlina yang mempunyai nama panggilan Aje segera mengendalikan diri.

“Iya! Yang ada nanti tangan loe jadi kotor dipakai buat gampar mereka,” Hawa ikut menyindir.

Azlina menatap Chintya dengan tatapan sinis, “Benar juga kalian berdua. Ngapain buang-buang waktu buat tikus-tikus ini!”

“Makanya, lebih baik kita ke kantin aja,” ajak Karina.

Mereka bertiga segera pergi menuju pintu. Tapi sebelum tiba di luar kelas, Azlina segera menoleh lagi. “Tapi ingat loe semua! Sekali lagi gue dengar loe ada ngomongin kita, awas aja ya!” gertaknya. Dia kembali melanjutkan langkahnya yang terhenti.

“Huuuuh!!! Ndak takut!!!” teriak Chintya jengkel. Dia lalu ngedumel sendiri. “Sekali-kali mereka tuh harus diberi pelajaran tau gak? Nah, bagaimana kalau pada acara ulang tahun sekolah kali ini, kita usulin pada kepala sekolah untuk menggunakan batik? Biar mereka tuh tahu bahwa tidak semua keinginan mereka akan tercapai. Keinginan kita juga bisa tercapai…yaitu menggunakan batik pada acara nanti!”

“Ya, aku setuju….aku juga muak sama tingkah mereka. Rasanya tadi mau kujepit aja mulut mereka itu,” gerutu Lukman.

Alaahh, lagakmu tuh nah Lukman! Sok berani! Berani ngomong kalau ndak ada orangnya. Tadi saja ada orangnya kamu malah diam kayak maling ketangkap!” ledek Chintya.

“Ya kamu kan tahu sendiri. Kalau sampai berani melawan mereka sama saja kita nyusahin diri sendiri.”

Alaaah…memangnya mereka siapa coba? Ayo, kita ke ruang kepala sekolah sekarang untuk ngomongin tentang keinginan kita menggunakan batik pada acara nanti.”

Chintya memimpin teman-temannya untuk pergi ke ruang kepala sekolah.Tapi Ecca tidak juga pindah dari tempat duduknya, malah duduk sambil berpikir.

“Ecca….kamu ngapain!?” teriak Chintya kesal. Dia merasa Ecca adalah temannya yang teroon, terbego, tertulalit, dan terlelet.

Kok keinginan kita sih? Ecca kan ndak ada bilang kalau ingin pakai batik.”

Ah, bodo amat! Pokoknya kamu harus ikut..!” Chintya menarik tangan Ecca.

***

Di kantin sekolah, anak-anak borjuis sedang berkumpul membahas segala hal yang menurut mereka tidak akan pernah mungkin menjadi pembahasan dalam kelompok awam.

Friend, nanti malam jangan lupa nonton gue balapan motor di Stadion.”

“Beres, Ky. Kita semua pasti datang untuk support loe, kok. Yang penting ada ntraktir makan,” Riko senyum-senyum. Ricky mengacungkan ibu jarinya sebagai tanda bahwa dia sama sekali tidak keberatan. Baginya hal itu adalah masalah kecil.

Kebahagiaan kaum borjuis berubah menjadi kekagetan yang heboh ketika Aje, Hawa, dan Karina bergabung sama mereka dengan membawa kabar bahwa kaum awam ingin mengusulkan pakaian batik sebagai dress code acara ulang tahun sekolah.

Hah, sumpeh loe!??” May melotot mendengarnya.

Suer!” Aje mengangkat dua jarinya.

Tuh orang, dasar gila ya! Acara ulang-tahun kok pake batik? Ihhh….kalau begitu lebih baik gue ndak hadir aja pada acara nanti!” sembur May.

Ricky memukul meja dengan keras sehingga teman-temannya pada terkejut.

“Kita tetap akan hadir pada acara nanti dan tentu saja kita juga yang menjadi bintang pada acara nanti!” katanya.

“Iya, tapi kalau pake batik gue ogah!” balas May tidak mau kalah.

“Yang bilang kita pakai batik siapa?” tanya Ricky.

“Mereka. Ibu Ros juga setuju, kok. Gue dengar pembicaraan mereka,” sahut Aje lagi.

“Iya, gue juga denger,” Karina membela Aje.

I don’t care! Intinya, kalau gue katakan ndak pake batik, artinya kita ndak pake batik! Ayo, ikutin gue. Kita ke ruang kepala sekolah!”

Ricky keluar dari kantin diikutin teman-temannya yang lain.

***

Ibu Rosita mengangguk-anggukkan kepalanya saat mendengar penuturan Chintya. Dia sendiri merasa bahwa tidak ada salahnya apabila pada acara ulang-tahun sekolah, yang hadir wajib menggunakan batik. Karena batik merupakan salah satu kebudayaan khas Indonesia.

“Baiklah, Ibu setuju.”

Chintya dan teman-temannya tersenyum senang.

Tok-tok-tok…

Mereka dan Ibu Rosita menoleh ke arah pintu. Di sana berdiri Ricky. Raut wajah Chintya langsung berubah. Dia tidak suka dengan adanya kehadiran Ricky. Dia dapat menduga apa tujuan Ricky datang ke ruangan kepala sekolah.

Lukman menatap Chintya dengan pandangan yang seolah mengatakan ‘bagaimana ini?’.

Ada keperluan apa, Ky?” tanya ibu Ros. Tidak ada guru yang tidak tahu tentang Ricky. Kepala sekolah juga mengenalnya. Ricky terkenal di sekolah karena dia sudah sering membuat berbagai kerusuhan.

Ricky segera masuk ketika diizinkan.

“Maaf,Bu. Tadi saya sudah mendengar keputusan Ibu. Tapi saya dan teman-teman saya tidak setuju apabila pada acara ulang-tahun nanti kita harus menggunakan batik.”

Mendengar hal itu, Chintya menghela napas. Dugaannya ternyata benar.

“Apa alasan kamu sehingga tidak setuju?” tanya Ibu Ros minta penjelasan.

“Karena sekolah kita adalah sekolah terkenal di kota Tarakan ini. Dan pada acara nanti, pihak dari sekolah lain juga banyak yang datang. Apa yang akan mereka katakan? Kita akan jadi pembicaraan mereka. Pasti mereka akan mengatakan ‘sekolahnya terkenal tapi kok pakai batik sih? Ndak gaul sekali’. Saya sebagai murid SMA N 1 juga pasti malu dengarnya, Bu.”

Wajah Chintya yang putih berubah merah. Dia sedang menahan emosi karena mendengar perkataan Ricky yang menghina itu. Seolah-olah bagi Ricky, Chintya dan teman-temannya tidak gaul.

Ibu Ros tersenyum tipis mendengar alasan Ricky. Dia tahu sebenarnya alasan Ricky itu hanya dibuat-buat. Dia juga tahu bahwa alasan Ricky yang sebenarnya adalah dia tidak mau kalah dengan kelompok Chintya.Chintya ingin dress codenya batik dan Ricky yang sebaliknya. Oleh karena itu, Ibu Rose tidak membantah keinginan Chintya dan keinginan Ricky. Dia hanya mengeluarkan keputusan bijaksana.

“Acara ulang tahun pada tanggal 15 Agustus. Masih ada waktu dua minggu. Ibu akan memberikan kesempatan buat kalian berdua untuk menentukan acara seperti apa yang akan kalian buat dan dengan dress code seperti apa? Saya dan para guru akan menilai kekompakan dalam setiap kelompok. Kelompok yang paling kompak adalah kelompok yang akan kami pilih untuk menentukan tema acara ulang tahun sekolah nanti.”

Ricky dan Chintya berpandangan dan kemudian saling membuang muka. Masing-masing tidak ada yang ingin mengalah.

***

Dua hari setelah itu, masing-masing kelompok sudah tidak saling peduli lagi. Mereka masing-masing sibuk mengurus kelompok mereka. Kelompok borjuis lebih memilih aula sekolah sebagai tempat mereka rapat dan melakukan persiapan. Sedangkan kaum awam lebih memilih menggunakan ruangan kelas X-B yang terletak di lantai dua dan jauh dari aula. Mereka sengaja memilih tempat yang berjauhan karena ingin merahasiakan persiapan yang akan mereka lakukan.

Di lantai dua, anak-anak awam sedang latihan menari tarian Tor-tor. Ada empat anak perempuan dan dua anak laki-laki yang akan menari.Hotma yang sangat pandai menari tor-tor mengajarkan pada teman-temannya dengan sabar. Karena kekompakan mereka, mereka dapat mempelajari gerakan tarian itu dengan baik.

Kelompok borjuis yang perempuan sedang bersiap-siap di aula untuk latihan menari. Mereka akan menari tarian moderen.

“Bagaimana kabarnya anak-anak awam itu?” tanya May sambil memasang kaset ke tape.

“Huh! EGP! Emang Gue Pikirin?” dengus Desy.

“Jangan terlalu meremehkan mereka,” nasihat Ricky. “Belum tentu penampilan mereka tidak lebih baik dari kita.”

“Yach, tetap aja kita tuh yang terbaik! Kapan sejarahnya mereka lebih baik dari kita?”

“Belum tentu,” bantah Ricky.

“Sudah…jangan ribut melulu,” Riko meredakan suasana. “Gue sudah menyuruh Aje untuk menyelidikin mereka. Jadi kalian tenang saja.”

Anak-anak perempuan dari kelompok borjuis memulai latihan. Mereka mengikuti gerakan Cici yang melatih mereka.

“May, gerakan loe tuh salah,” Cici menegur May.

Kok gue? Bukan gue yang salah, Desy tuh yang salah gerakannya,” tuduh May kesal.

Lho? Kok gue?” Desy tidak terima dituduh seperti itu.

“Sudah…jangan ribut! Ayo kita mulai lagi dari awal,” perintah Cici.

Anak-anak perempuan borjuis kembali mengulangi gerakan dari awal. Tiba-tiba Mardiana dan Delvina saling bertabrakan pada gerakan memutar. Kepala ketemu kepala dan kejeduk deh!

Auw!!” jerit Mardiana dan Delvina bersamaan.

Ihhh! Loe tuh bagaimana sih? Gerakannya ndak becus!” omel Mardiana.

Diomelin seperti itu membuat Delvina langsung nyolot, “Kenapa jadi gue yang salah!? Loe tuh yang salah gerak. Disuruh putar ke kiri eh, loe putarnya ke kanan!”

Cici menepuk dahinya dengan kesal. Dia hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.

“Ky, kalau seperti ini bagaimana kita mau menang coba?” ujar Cici pada Ricky.

“Kalian bisa lebih kompak lagi ndak, sih? Dari tadi latihannya ndak ada yang beres! Bagaimana kalau kelompoknya Chintya yang mendapat peluang itu? Loe semua mau dipermalukan dengan kostum batik itu!?” Ricky mulai naik pitam.

Tentu saja semua anak borjuis menggelengkan kepala.

Loe tenang aja, Ky. Ndak mungkinlah mereka lebih baik dari kita,” sela Desy santai.

Loe diam aja, Des! Loe tuh ndak mengerti bagaimana perasaan Ricky!” bela Cici. Desy melengos kesal. Tentu saja Cici membela Ricky. Seluruh anak SMANSATA juga sudah tahu kalau dari dulu Cici suka sama Ricky.

“Biasa saja dong, Mbak….ndak usah nyolot!” sindir Desy.

Aje masuk ke aula dengan napas ngos-ngosan. Napasnya seperti akan habis karena dia telah berlari dari lantai dua ke aula dalam waktu semenit.

Loe kenapa, Aje? Dikejar satpam? Memang loe nyolong baju di mana? Kok sampai dikejar-kejar?” tanya May heran.

Ah, ndak nyambung loe!” gerutu Aje sambil mengatur napas agar kembali normal. “Gue punya kabar buruk.”

Seluruh anak borjuis yang ada di aula segera memperhatikan Aje. Mereka penasaran dengan kabar buruk yang akan dikatakan oleh Aje.

“Tadi gue sudah lihat apa yang dilakukan oleh anak-anak awam.”

“Memangnya mereka akan menampilkan tarian apa?” tanya May.

“Tarian tor-tor.”

Anak-anak borjuis berpandangan dan kemudian tertawa nyaring. Sungguh bagi mereka tidak ada yang lebih lucu selain mendengar hal ini.

“Hahaha….loe dengar? Mereka ingin menyaingin kita dengan tarian jadul gitu? Yang benar aja? Tarian kita adalah tarian moderen! Ndak bakalan deh mereka bisa ngalahin kita! Hahaha…” May memegangin perutnya ikut ketawa bersama yang lain.

“Ssssttt!!” seru Ricky keras. Semua terdiam. “Lalu kabar buruknya apa?” tanya Ricky.

“Meskipun mereka menari tarian daerah, tapi gue ngaku kalau tarian mereka jauh lebih bagus lagi dari tarian kita,” seru Aje yakin.

Mendengar hal itu Cici langsung nyolot, “Maksud loe apa, Aje? Loe kok memuji tarian mereka sih!?”

Gue ndak asal memuji. Memang kenyataannya mereka tuh kompak banget. Loe bandingkan saja dengan kelompok kita yang hancur lebur seperti ini!”

Cici terdiam. Mau tidak mau dia harus mengakuin kalau mereka belum bisa latihan dengan gerakan sempurna.

“Sial!” Ricky menendang tembok Aula dengan kaki kanannya.

“Ricky, gue janji bahwa kita pasti menang. Tarian gue pasti bisa ngalahin mereka, jadi loe tenang saja,” hibur Cici. Tangan kirinya menepuk-nepuk pundak kanan Ricky. Tapi dengan mudah Ricky menepisnya kasar. Cici kaget diperlakukan seperti itu tiba-tiba.

“Jangan cuma omong doang! Buktikan!” bentak Ricky dan lalu pergi meninggalkan Aula dengan penuh marah.

Desy dan May menahan diri untuk tidak menertawakan Cici yang dicampakkan begitu saja oleh Ricky. Tapi seperti apapun mereka menahan diri, tetap saja Cici tahu apa yang ada dipikiran mereka.

“Ketawa loe!?” bentak Cici galak. “ Ayo, mulai latihan!”

***

Pada hari Minggu, tanggal 11 Agustus, tibalah saatnya para guru menilai hasil kerja sama dari kedua kelompok itu. Ketika kelompok borjuis menampilkan tarian mereka, Desy berkali-kali melakukan kesalahan dalam beberapa gerakan. Meskipun kesalahan itu tidak kentara, tetap saja akan mengurangi nilai di mata guru. Terlebih lagi, Delvina sempat terjatuh saat melakukan gerakan salto. Tentu saja kejadian itu langsung direspon oleh anak-anak awam dengan nada meledek. Ricky yang menonton dari bangku penonton hanya bisa menghela napas dengan kesal.

Ketika giliran anak-anak awam yang tampil, mereka membawakan tarian tor-tor dengan sangat gemulai. Para guru sempat terpukau dengan gerakan mereka. Tidak terkecuali juga Ricky. Dia harus mengakui bahwa dia terpesona dengan gerakan lembut Chintya ketika menari. Chintya yang dia kenal sebagai cewek pemberani dan penentang itu ternyata bisa berubah menjadi gadis lembut yang pandai menari.

Cici yang duduk di sebelah Ricky menyadari hal itu. Dia merasa jealous .

“Ky, kok muka loe gitu sih? Loe terpesona sama mereka ya?” tuduhnya kesal.

Ricky tergagap dituduh begitu. Dia bermaksud membantah tapi dalam hati dia mengaku.

“Ya nggaklah! Ngapain terpesona sama mereka? Jangan ngomong yang ngelantur deh!” Ricky segera beranjak pergi dari tempat itu. Mulutnya Cici terlihat maju. Dia tahu pasti kalau Ricky sebenarnya kagum sama anak-anak awam itu.

Perasaan jealousnya bertambah besar ketika mendengar pengunguman bahwa anak-anak awam yang mempunyai hak untuk menentukan tema acara ulang tahun sekolah nanti. Tentu saja dengan dress code batik. Cici mencibir mendengarnya.

“Kenapa, Ci?” Riko menghampirinya dan duduk di sebelahnya menggantikan posisi Ricky.

Gue merasa kalau Ricky tuh suka sama Chintya! Tadi aja gue lihat dia melihat Chintya menari sampai seperti itu! Padahal gue ‘kan jauh lebih baik dari cewek itu. Kalau cuma menari seperti itu, gue juga bisa!”

Loe dengan Chintya jelas beda dong. Loe tajir, dia ndak. Loe cantik, dia ndak. Banyak perbedaan loe berdua…”

“Tapi kenapa Ricky perhatikan dia sampai seperti itu? Gue yang sudah kenal dia lebih lama aja ndak pernah diperhatikan seperti itu.”

“Cici,” Riko menggenggam kedua tangan Cici. “Loe jadi cewek jangan terlalu naïf. Cowok di dunia tuh banyak. Loe jangan fokus ke Ricky aja yang belum ketahuan sayang sama loe atau ndak? Lebih baik loe fokus ke cowok yang sudah jelas sayang sama loe. Yaitu gue…

Cici mengernyitkan alisnya. Dia tidak suka mendengar omongan Riko. Dengan cepat dia menarik kedua tangannya dari genggaman tangan Riko.

Ndak sudi! Gue ogah sama cowok yang lain. Hanya Ricky…!” ujarnya ketus.

Riko terdiam mendengarnya. Dari dulu sebenarnya dia sudah tahu kalau dia tidak akan dapat bersaing dengan Ricky untuk memperebutkan Cici. Tapi kali ini dia sudah tidak sabar lagi. Dia benci pada Ricky yang selalu mendapatkan segalanya. Ricky selalu menjadi nomor satu.

***

Keesokan sorenya, Chintya, Ecca dan Tiwi pergi bertiga untuk belanja gaun batik. Mereka pergi ke THM untuk melihat-lihat gaun yang bagus. Tapi karena belum ketemu yang diinginkan, mereka kelelahan dan beristirahat di KFC dekat THM. Di sana mereka memesan makanan dan minuman. Dua jam kemudian mereka pergi ke GTM yang terletak di seberang THM. Sebelum mencari gaun batik, mereka mampir ke gramedia untuk melihat-lihat buku terbitan baru.

Tanpa sengaja kedua mata Chintya menemukan sosok Riko yang sedang bicara dengan seseorang. Karena penasaran melihat tingkah Riko yang mencurigakan dan selalu bisik-bisik dengan temannya itu, Chintya diam-diam mendekati mereka untuk mencari tahu.

“ Ini kaset yang loe pesan,”temannya menyerahkan sebuah kaset pada Riko. “ Memang kaset porno itu buat apa? Padahal loe ‘kan nggak suka nonton yang seperti itu.”

Chintya segera merekam kejadian itu secara diam-diam melalui kamera di Hpnya. Dia berpikir mungkin nanti akan berguna.

“ Ini memang bukan buat gue. Tapi buat Ricky. Loe tau kan dia? Gue tuh sebal banget sama dia. Dia selalu merebut apa yang gue mau!”

Wah, gue pikir loe temannya. Selama ini kan loe dekat sama dia.”

Cih,gue tuh selama ini hanya pengen nebeng kepopulerannya saja.”

“ Jadi apa yang mau loe lakukan pada kaset ini?”

“ Besok adalah hari razia. Sampai saat ini belum ada satupun anak SMANSA yang pernah kena razia karena mereka semua terlalu patuh. Tapi besok semua akan heboh dengan ditemukannya kaset ini dalam tas Ricky. Hahaha…”Riko tertawa pelan.

Chintya terperangah tidak percaya pada semua yang dilihat dan didengarnya. Dia tidak menyangka Riko yang selama ini care pada Ricky akan tega melakukan hal seperti ini. Dia bersyukur karena sudah merekam kejadian itu. Mungkin rekaman ini besok akan berguna.

***

Keesokan harinya, memang terjadi kehebohan seperti yang diinginkan oleh Riko ketika tiba waktunya razia. Ricky disidang di ruang kepala sekolah dengan Ibu Rosita dihadapannya. Ricky hanya menunduk tidak tahu harus berbuat apa.Dari tadi dia sudah membantah tapi tidak ada yang percaya kecuali teman-temannya.

Di luar ruangan, anak-anak borjuis sedang menduga-duga siapakah pelaku yang menfitnah Ricky? Karena mereka sangat yakin kalau Ricky tidak bersalah.

Gue yakin banget ini adalah kerjaannya anak-anak awam! Siapa lagi coba? Kan musuh besarnya Ricky cuman mereka!”tuduh Cici.

Semua anak-anak borjuis setuju akan tuduhan Cici itu.Mereka segera sepakat untuk menuntut mereka.

***

Tanpa tahu akan penuntutan anak-anak borjuis itu, anak-anak awam sedang kumpul di pagar samping sekolah. Chintya sedang memperlihatkan rekaman di Hpnya yang direkamnya kemarin. Teman-teman Chintya merasa kasihan pada Ricky. Mereka pun berniat membantu Ricky agar keluar dari permasalahannya.

Tapi belum sempat melakukan apa-apa, tiba-tiba anak-anak borjuis menyerbu mereka. Mendapat serangan tiba-tiba seperti itu dan tanpa persiapan apa-apa membuat anak-anak awam segera ambil tindakan untuk lari. Beberapa anak awam lari menyebrang ke jalan raya. Melihat hal itu, anak-anak borjuis mengejar mereka. Lukman yang memang penakut, berlari-lari sambil berteriak minta tolong. Langkah Lukman yang lambat membuat Riko dapat mengejar dan menangkapnya dengan mudah. Disekap oleh Riko membuat Lukman tambah ketakutan. Dengan berbagai cara dia memberontak dari genggaman Riko. Lukman mendorong Riko dengan sekuat tenaganya. Riko pun terdorong beberapa langkah. Meskipun dapat menyeimbangkan tubuhnya agar tidak jatuh, tapi dia tidak dapat menghindari mobil yang melaju dari arah belakangnya dengan kecepatan tinggi. Pengendara mobil itu sendiri kaget saat melihat ada seorang anak SMA yang menghalangi mobilnya dengan tiba-tiba. Hal itu membuat si pengendara terlambat mengerem mobilnya dan akhirnya terjadi sebuah tabrakan yang cukup membuat orang-orang di tempat kejadian merasa ngeri melihatnya.

***

Di RSUD Tarakan, anak-anak awam dan borjuis berdiri di depan ruang UGD. Mereka semua menangis tanpa suara. Dihadapan mereka, Lukman terbaring tidak berdaya. Luka yang dialaminya sangat parah. Sampai detik ini dia belum sadarkan diri. Anak-anak borjuis ikut khawatir dengan keadaan Lukman. Mereka merasa bersalah, terutama Riko. Dia tidak menyangka kalau Lukman akan menghalangi mobil itu untuk melindunginya. Air matanya mengalir deras. Dia benar-benar merasa jahat selama ini. Kalau sampai Lukman tidak juga sadarkan diri, dia akan merasa sangat terpukul.Dia merasa harus mewakilin seluruh anak-anak borjuis untuk meminta maaf pada anak-anak awam.

“ Maafkan gue dan teman-teman gue selama ini selalu jahat sama kalian. Padahal kalian tidak pernah jahat sama kami semua.”

Chintya dan teman-temannya berpandangan lalu akhirnya mengangguk. Mereka memaafkan anak-anak borjuis dengan tulus.

Loe juga harus minta maaf sama Ricky!”cetus Cici jengkel. Karena sekarang mereka sudah tahu siapa pelaku fitnah itu. Riko menundukkan kepala tidak berani menatap Ricky. Tapi Ricky segera merangkulkan tangannya ke pundak Riko, “ Jangan dipikirkan,bro. Gue nggak masalah kok. Gue tau alasan loe berbuat itu. Ci,…Riko ini sebenarnya baik.Dia selalu membela loe. Loe seharusnya bangga ada cowok yang mencintai loe seperti dia.”

Cici terdiam dan Riko hanya menatap Ricky dengan tatapan penuh terimakasih.

***

15 Agustus 2008,

Suasana mendung hari ini mewakili kesedihan seluruh anak SMANSA. Mereka harus melepaskan kepergian salah satu teman mereka, Lukman Hakim untuk kembali ke sisi ALLAH SWT. Mereka semua berkumpul di tempat istirahat terakhir Lukman.

“ Man, hari ini adalah hari ulang tahun sekolah kita. Kamu harus bersyukur karena kepergian kamu banyak membawa berkah buat kami semua. Karena kamu, tidak ada lagi anak-anak awam dan borjuis di SMANSA.. Yang ada hanya satu, anak SMANSA. Karena kamu, kami semua menjadi tahu arti sebuah persahabatan,”ucap Chintya lirih mewakili seluruh teman-temannya.

“Semoga kamu bahagia, kawan. Terimakasih karena telah memberikan pelajaran berharga buatku untuk berani berkorban demi orang lain,” Riko menyeka sudut matanya yang basah. Selamat jalan kawan, ucap mereka semua di dalam hati.

THE END

Another Cinderella Story Versi Cerpen ala Indonesia

Diposting oleh Eka Suzanna di 00.59 1 komentar

C E R P E N

S K E N A R I O C I N D E R E L L A

BABAK I

(Dipagi yang cerah Nyonya Veronica, Vina dan Vani membentak-bentak Cinderella untuk bekerja)

Nyonya Veronica : Cinderella…! Cinderella! Dimana kamu? Cepat bersihkan seluruh lantai disini. Saya tidak mau ada sedikitpun debu yang menempel dirumahku.

Cinderella : Iya Nyonya…

Vina : Cinderella, Cinderella…! Cepat kamu bersihkan kamarku. Jijik banyak tikus! Ih…jijik!

Vani : Cinderella, cepat kamu semirkan sepatuku. Aku mau pergi belanja!

Cinderella : Iya… sebentar!

Vina dan Vani : Cepat!!!

(Setelah mengerjakan pekerjaan rumah Cinderella pergi kehalaman untnuk menyirami Tanaman)

Cinderella : Wah… indahnya temanku! (sambil menyirami tanaman)

Nyonya Veronica : Cinderella….! Cepat kamu kesini.

Cinderella : Iya nyonya,…

Nyonya Veronica : Ini cuci pakaianku. Akan aku pakai nanti siang.

Cinderella : Iya nyonya,…

Marry sudah sering mendengar gossip tentang actor sekaligus penyanyi ngetop, Joy, dari berbagai media. Bahkan saking ngetopnya, Joy selalu masuk dalam acara Panasonic Award actor terbaik. Bahkan dia juga pernah diliput dalam acara TV special besar-besaran “IDOLA KITA” yang pembawa acaranya adalah Naini Chandra, ikon selebriti masa kini yang cantik dan brainy.

Sebagai remaja, Marry sama seperti remaja lain yang ngefans banget sama Joy. Dia bahkan cukup tergila-gila pada actor tampan itu. Sampai-sampai dia selalu menyanyikan semua lagunya Joy hingga hapal di luar kepala.

Marry memiliki suara yang indah. Mungkin itu keturunan dari Ibunya yang mantan seorang penyanyi ngetop. Tapi kini Ibu Marry telah tiada. Beliau meninggal saat Marry berusia 9 tahun. Sejak itu Marry yang sebatang kara, karena Ayahnya juga sudah lama meninggal, tinggal dengan tantenya yang galak, tante Veronika, dan dua saudara sepupunya yang sama bengisnya dengan Ibunya , Vina dan Vani. Mereka bertiga memperlakukan Marry seperti pembantu. Tantenya selalu mengancam kalau Marry membantah mereka bertiga maka hak sekolah Marry akan dicabut. Oleh karena itu, Marry tetap bertahan walau bagaimana pun dia dibudakin. Dia akan bertahan sampai dia menemukan tempat tinggal lain dan bisa lepas dari Tante Veronika dan dua anaknya.

Sebenarnya untuk solusi dari masalah yang dialaminya itu, Marry diam-diam mendaftarkan diri ke sekolah “Dance and Sing” yang menyediakan sarana asmara. Selain itu juga menyediakan beasiswa bagi yang berprestasi. Oleh sebab itu, Marry berharap dia diterima di sekolah itu dan juga memperoleh beasiswa agar bisa lepas dari cengkeraman tante dan sepupu-sepupunya.

Sesekali Marry berkhayal dirinya adalah Selena Gomez, Idolanya yang berasal dari Los Angeles. Dia berharap suatu saat dirinya bisa menjadi seperti Selena, berprofesi sebagai artis internasional yang bisa menari dan bernyanyi bahkan main film layar lebar. Tapi Marry tahu semua itu tidak akan bisa tercapai kalau dia tidak mendaftar ke sekolah “Dance and Sing” dan diterima di sana. Semoga saja dia diterima di sekolah itu, harapnya dalam hati.

Satu-satunya penghambat dia masuk ke sekolah itu adalah Tante Veronika dan anak-anaknya. Mereka bersikeras agar dia tetap tinggal di rumah mereka dan rela diperbudak tanpa bayaran. Tapi dia tidak mau menyerah hanya karena tiga orang tak berperasaan itu. Untunglah dia memiliki Tami, sahabat dekatnya sejak kecil, yang selalu menyupport dirinya agar tetap maju dan bertahan dari segala badai yang menerjang hidupnya. Karena Tamilah dia bisa tetap bertahan di rumah itu dan juga di SMA Poetry tempat sekolahnya Vani dan Vina. Dia harus tahan banting menhadapi kesinisan Vina dan Vani yang makin menjadi-jadi di sekolah saat berteman dengan Natalie. Natalie adalah cewek cantik nan judes yang hebatnya lagi adalah mantan kekasih Joy, idola seluruh cewek di jagad raya ini.

Berhubungan dengan Natalie, terdengar kabar heboh yang menggetarkan seluruh isi sekolah SMA Poetry bahwa Joy akan masuk ke SMA mereka awal tahun ajaran baru ini. Dan kabar hebatnya, Joy mengadakan kompetisi “Dance and Sing” hanya untuk SMA Poetry. Siapa yang memenangkan kompetisi ini maka dia akan menjadi pasangan Joy pada video klip album yang berikutnya. Di sinilah awal petualangan cinta Marry dimulai kala dia bertemu dengan Joy, idolanya sejak dia kecil.

*

BABAK II

(Pada waktu Cinderella mencuci baju petugas dari Istana datang. Cinderellapun membukakan pintu)

Perdana Menteri : Bolehkah saya masuk?

Cinderella : Iya, silahkan.

(Tiba-tiba Nyonya Veronica datang)

Nyonya Veronica : Aduh..aduh…! Ada apa Pak?

Perdana Menteri : Saya ditugaskan oleh Raja Istana untuk memberitahukan kepada para Gadis-gadis untuk menghadiri pesta Dansa diistana dalam rangka pemilihan permaisuri kerajaan nanti malam Pk. 19.00

Vina dan Vani : Wah… Asyik dong!

Nyonya Veronica : Dengan senang hati pasti kami akan datang.

(Setelah itu Perdana Menteripun pulang)

Vina : Pasti aku ya akan dipilih pangeran

Vani : Gak, Pasti aku!! (sambil berebut)

Nyonya Veronica : Diam…! Daripada kalian bertengkar. Cepat kalian dandan dan bersiap-siap untuk nanti malam. Dan kamu Cinderella bantu mereka untuk bersiap-siap!

Vina : Cinderella tolong strika bajuku

Vani : Cinderella…! Cepat kamu semir sepatuku. Aku ingin pangeran terpesona melihatku.

Cinderella : Iya Vina, Iya Vani.

Marry dan Tami menyusuri sepanjang jalan halaman SMA Poetry yang luas sambil mengomentari berita heboh pagi ini. Tampak gerombolan murid berdiri di depan gerbang, berdesak-desakan menanti kedatangan Joy.

Marry geleng-geleng kepala. “Astaga, kurasa aku bakal mati keinjek kalau ikut-ikutan berdesakan di situ.”

“Masa?” goda Tami. “Tapi yang dateng ini JOY lho, Mar. JOY! Wajar aja semua murid di sini jadi kelimpungan nggak jelas. Aku bahkan kayak mimpi aja mendengar kabar Joy itu. Kau nggak senang? Padahal Joy itu kan idolamu sejak kecil,” kata Tami mengingatkan. Dia menatap mata Marry dalam-dalam menanti reaksi cewek malang itu, yang hidupnya dipenuhi dengan prilaku buruk dari dua sepupunya dan tantenya.

“Ya…tapi aku kan nggak bisa berharap bisa berubah dari upik abu jadi Cinderella dalam waktu sedetik. Joy nggak akan pernah menganggapku ada atau setidaknya melirikku lah. Cewek yang dipandangnya itu uda jelas yang seperti Natalie, mantannya. Ingat tuh.”

Lagi. Pikir Tami. Lagi dan lagi Marry pesimis kayak gini. Sampai kapan temennya ini bisa berpikir optimis dalam menjalani kehidupan. Padahal dia percaya, roda selalu berputar. Belum tentu orang yang di atas akan terus di atas dan di bawah akan selalu di bawah. Belum tentu. Hidup Marry juga pasti bisa berubah kalau dia mau berusaha.

“Tentu aja dia akan memandang kita, Marry. Ingat…beberapa tahun lagi hidup kita bakal berubah. Kau jadi penari dan penyanyi terkenal seperti Selena Gomez dan aku akan membuka butik dan menjadi milyarder. Kalau liburan aku bisa menjemputmu di sekolah asramamu itu dengan jet terus kita keliling luar negeri,” cerocos Tami.

Marry menatapnya sekilas lalu tersenyum kecut. “Wow. Mimpi yang indah. Tapi inget, sebelum memulai semua itu aku harus mengawalinya dengan diterima di sekolah “Dance and Sing.” Sementara itu tuh mustahil banget.” Mengingat bagaimana ketatnya Tante Veronika menginstruksinya untuk menjadi babu di rumahnya.

BUG!

Marry langsung terhuyung ke belakang beberapa senti saat ada yang menubruknya. Dan dia melihat tiga manusia di depannya yang tertawa dengan penuh sinis.

“Oups!” Natalie pura-pura kaget sambil menutup mulutnya. “Sorry Marry. Aku nggak sengaja. Habisnya kau nggak keliatan sih,” ledeknya. Vina dan Vani tertawa jahat.

“Oh yeah!?” Maki Tami. “Sejujurnya lubang hidungmu tuh yang nggak kelihatan!” Tangan Tami mengepal siap meninju hidung Natalie. Tapi hal itu keburu ditahan Marry. Mereka pun melepaskan Natalie, Vina, dan Vani begitu saja

“Harusnya kau biarin aja aku membuat hidungnya yang dioperasi itu jadi bengkok!” protes Tami tidak rela buruannya lepas begitu saja.

“Udahlah. Mereka bener kok, aku manusia yang tak terlihat menurut kacamata mereka. Dan mengenai hidungnya Natalie, hidungnya memang indah. Kau nggak perlu menfitnah hidungnya cuma karena kau iri, Tami,” ledek Marry setengah bercanda.

Sedetik lagi Tami hendak protes lagi tapi keburu didahului oleh sebuah teriakan murid yang melengking banget! “O my GoD! JOY!!! JOEY uda DATENG!!!”

Tiba-tiba saja semua murid SISWI yang ada di sekolah itu termasuk SISWA juga, menyerbu ke depan gerbang sekolah tepatnya ke depan sebuah mobil mewah yang berhenti dengan manisnya di depan gerbang. Joy dan sahabatnya yang sekaligus juga managernya, Vicky, keluar bersamaan dari pintu yang berbeda.

Joy berusaha setengah mati untuk melewati berbagai badai yang menghadangnya untuk masuk ke dalam sekolah. Sesekali ada yang berusaha memeluknya, mencium pipinya, mencubitnya gemas, dan sebagainya. Dia dan Vicky sampai kewalahan menghadapi itu semua.

“Astaga, ckckck…” Tami terperangah bego menyaksikan semua itu.

“Udah ah. Cepet pergi dari sini sebelum kita gepeng karena diinjek-injek.” Marry menarik tangan Tami dan mengajaknya masuk ke dalam tanpa peduli dengan Joy.

Di sela kerumunan yang makin memuncak, Joy tetap berusaha tersenyum ramah. Bahkan dia meladeni semua yang dikatakan teman-teman barunya.

“Oke…oke…semua. Mohon kerja samanya ya selama saya sekolah di sini.” Meskipun omongan itu dikatakan untuk semua yang ada di situ, tapi matanya menjelajahi jalan yang baru saja dilewati oleh Marry dan Tami. Dia penasaran dengan sosok dua cewek itu yang berbeda dengan cewek-cewek lainnya. Sementara yang lain sibuk mencari perhatiannya, mereka malah dengan cueknya pergi begitu saja.

“Joey! Hai…” Natalie menyeruak kerumunan dan langsung memeluk Joy sekedar melampiaskan kerinduannya. Joy sedikit risih dipeluk kayak gitu di depan banyak orang.

“Natalie…Natalie…Pliz,” ujar Joy sambil berusaha menjauhkan Natalie dari tubuhnya.

Natalie lantas memasang muka merajuk. “Kau nggak kangen sama aku?”

Tanpa kentara Joy menyembunyikan rasa kesalnya. “Plis, Natalie. Kita udah nggak ada hubungan apa-apa. Kita uda putus dan nggak akan bisa kayak dulu lagi.”

“Tapi aku nggak mau putus, Joy!” pekik Natalie kesal.

“Sayangnya aku mau. Bye..” Joy bergegas meninggalkan Natalie dan kerumunan itu, disusul Vicky.

“JOY!!!!” teriak Natalie menjadi-jadi.

Vina dan Vani yang ada di belakang Natalie terkikik geli menyaksikan peristiwa itu. Bukan hanya mereka saja, tapi juga seluruh orang yang ada di situ.

“Natalie, tragedy besar kau bisa putus dengan Joy,” ledek Vani geli. “Dia adalah cowok pertama yang beraninya mencampakkanmu.”

Natalie mendengus. “Liat aja. Kami akan kembali pacaran sebelum acara kompetisi “Dance and Sing”!”

“Dance and Sing” adalah acara kompetisi yang diadakan oleh Joy khusus untuk sekolah SMA Poetry, disponsori oleh label rekamannya dan sekolah “Dance and Sing”. Dan pemenang yang beruntung akan mendapatkan kesempatan untuk menjadi pasangan Joy dalam video klip di album terbarunya dan juga memperoleh beasiswa masuk ke sekolah “Dance and Sing”. Tidak heran Natalie cs mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk menghadapi kompetisi ini.

*

Pagi ini Marry bener-bener surpraise untuk yang kedua kalinya. Joy dan Vicky ternyata masuk di kelasnya sebagai murid baru. Tidak heran kelas 2 IPA 1 heboh besar-besaran pagi ini.

“JOY!!! Joy…!!! Oh God….Joey!!!” pekik berbagai cewek yang langsung kayak cacing kepanasan saat Joy melangkah masuk ke dalam kelas. Hanya Marry yang tidak mampu bersuara, alias terperangah dengan hebatnya. Joy yang diidolakannya sejak kecil kini berada dalam satu ruangannya. Cuittt! Ternyata ini bukan mimpi, pikir Marry saat mencubit lengannya sendiri.

“Hey semua!!” sapa Joy riang. “Aku tau kalian ingin mendaftar di kompetisi “Dance and Sing” nanti,” Joy berdehem. “Karena itu aku pikir lebih baik kalian sebelumnya mempelajari dulu beberapa gerak tarian andalanku. Aku akan memberikan latihan sebentar pada kalian pagi ini. Bagaimana? Kalian setuju? Kalian siap?” tantang Joy bercanda yang langsung disambut dengan tepuk tangan riuh oleh seluruh teman sekelasnya. Hanya Marry yang diam tak berkutik.

“Oke…oke,” Joy menenangkan hiruk-pikuk itu. “Aku akan mulai dengan kombinasinya. Pertama-tama aku akan menari dengan pelan dan kalian mengikuti gerakanku. Oke?”

Seluruh murid yang ada segera bersiap-siap, termasuk Marry. Dia memilih untuk berdiri di barisan paling belakang karena Natalie, Vina, dan Vani telah menyabotase barisan paling depan.

Joy mulai menghitung aba-aba. “Lima, enam, tujuh, delapan. Ya, mulai...” Joy mulai bergerak sambil menghitung gerakannya. “Satu, dua, ti..ga….”

Tap! Tap! Tap!

Marry bener-bener memperhatikan setiap inci gerakan dengan seserius mungkin. Dia tidak mau melewatkan kesempatan untuk mendapatkan beasiswa masuk ke sekolah “Dance and Sing”.

Selang beberapa menit kemudian…

“Ya, bagus!!” Joy bertepuk tangan saat mereka selesai melakukan gerakan kombinasi bersama-sama dengan sempurna. “Kalau kalian bisa menari sebagus tadi, dijamin kalian pasti memenangkan kompetisi itu!!” serunya memberi semangat.

“Tell me..tell me..tell me..something I don’t know…”

Itu suara Hp Marry. Untunglah Hpnya berbunyi tepat pada saat dia mulai terpesona dengan gayanya Joy. Kalau tidak dia bakal terperangkap dalam lamunan Cinderellanya. Ngarep aja Upik Abu jadi Cinderella!

Kini Marry harus kembali ke dunia nyata, dimana saat Tante Veronika menelponnya dan memaki-makinya karena suatu kesalahan yang tidak dia perbuat. Fiuhhh….

*

BABAK III

(Waktu telah menunjukkan pukul 18:00 merekapun berangkat)

Nyonya Veronica : Cinderella jaga baik-baik rumah ini. Jangan sampai keluar rumah sebelum kami semua pulang.

Vina : Lagian pasti kamu gak akan dipilih oleh pangeran. Dengan pakaian compang-camping seperti itu.

Vani : Dada Cinderella…! Semoga kamu betah dirumah! (Sambil tersenyum lebar)

(Cinderellapun sedih. Dia langsung pergi kekamar dan merenung). Tiba-tiba muncullah peri disampingnya.

Peri : Kenapa gadisku yang manis? Apakah yang membuat kamu sedih?

Cinderella : Siapa kamu? (kaget)

Peri : Aku adalah peri yang akan membantu kesulitanmu

Cinderella : Aku ingin menghadiri pesta dikerajaan. Namun aku tidak punya gaun yang bagus untuk semua itu.

Peri : Baiklah, cari 4 ekor tikus, 2 kadal dan 1 buah labu.

Cinderella : Baiklah…!

(Peri pun menyulap 4 ekor tikus menjadi kuda, dan 2 kadal menjadi pengawal, 1 labu menjadi kereta yang indah. Dan peripun menyulap Cinderella menjadi gadis yang cantik)

Cinderella : Terima kasih peri. Engkau sangat baik hati!

Peri : Itu semua pantas untukmu gadisku. Pergilah! Pulanglah sebelum jam 12.00 malam

Cinderella : Ok,. Ibu peri. Aku berangkat dulu.

Dengan perasaan sebel dan jengkel, Marry membereskan sampah-sampah yang berserakan di rumahnya, alias rumah tantenya. Hari ini sampah yang ada lebih banyak daripada yang biasanya. Sudah pasti alasannya cuma satu. Ini adalah salah satu taktik dari dua sepupunya dan tantenya supaya dia tidak bisa datang ke acara kompetisi “Dance and Sing”. Mereka sengaja memberantakin rumah seberantak mungkin dan menyuruh Marry membersihkannya hingga sebersih-bersihnya. Hal ini akan membutuhkan waktu lama. Padahal kompetisi akan diadakan di sekolah jam delapan malam. Sekarang aja sudah jam tujuh. Tidak akan sempat!

“Mar, kok kau belum siap-siap sih? Ini tuh uda jam setengah delapan, Mar!!” protes Tami saat menemukan Marry dalam keadaan seperti babu yang kejar deadline.

“Kau nggak liat apa kerjaanku tuh masih banyak. Uda ah, aku nggak jadi ikut kompetisi,” kata Marry menyerah saat melihat masih ada segunung sampah yang belum dibasmi.

Tami yang pintar segera menelpon 3 pembantu di rumahnya agar membantu Marry beres-beres.

“Tetep aja nggak bisa pergi, Tam. Gaunku tuh dibajak sama Vina dan Vani,” kata Marry lagi.

Tak urung Tami segera menelpon kembali pembantunya untuk mengingatkan JANGAN LUPA bawakan sebuah gaun buat Marry.

*

BABAK IV

(Sesampainya dikerajaan)

Orang-orang : Wah… siapa gadis cantik itu? (Orang-orang berisik, sambil terkagum-kagum melihat kecantikan Cinderella)

Pangeran : Wahai gadis yang cantik. Maukah kau berdansa denganku?

Cinderella : Iya pangeran!

(Waktu telah menunjukkan pk. 00.00 Cinderellapun berlari dan pangeranpun mengejarnya. Namun sepatu sebelah Cinderellapun terlepas. Namun iya tetap berlari).

Seluruh isi sekolah yang saat itu sedang asyik-asyiknya menikmati acara kompetisi, terdiam dan terpukau saat melihat seorang gadis cantik bergaun merah dengan seorang gadis bergaun hitam, masuk ke dalam ruangan. Mereka merasa heran sekaligus terpesona. Kenapa ada yang datang ke kompetisi tanpa menggunakan dress code black and white seperti yang telah ditentukan?

Natalie cs tidak mau kalah untuk ikut merasa heran dengan sosok gadis bergaun merah itu.

“Huh, dasar sok cari sensasi! Pasti dia cuma pengen cari perhatian, makanya pake gaun merah norak itu!” omel Natalie kesal.

“Dia cantik, kok,” puji Vina jujur. Dia terpesona dengan rambut gadis bergaun merah itu, yang terlihat lembut dan ikal.

Seperti dengan yang dilakukan lainnya, Joy dan Vicky juga terpukau dengan kedatangan gadis salah kostum itu, terutama Joy. Dia penasaran dengan gadis yang berpenampilan beda dari yang lain itu.

Merasakan seluruh mata tertuju padanya, Marry berjalan dengan risih.

“Kenapa kau tidak bilang kalau dress code-nya hitam-putih, Tam? Aku kan jadi salah kostum! Malu tau,” bisik Marry kesal.

“Aku juga ga tau. Kebetulan aja aku pake gaun hitam,” balas Tami dengan bisikan juga.

“Huh! Untung saja dress code-nya harus pake topeng. Kalau ga, aku bakal malu abis!” gerutu Marry.

“Hai…” sapa Joy saat kedua gadis itu lewat di depannya. “Anak sini juga?”

“Oh..ya…” jawab Marry sungkan.

“Gaunmu cantik.”

“Thanks.”

Mereka sedikit berbincang-bincang sebelum akhirnya mengikuti jalannya kompetisi. Marry berusaha mengingat gerakan tarian yang diajarkan oleh Joy waktu itu. Dan ternyata usahanya itu membuahkan hasil. Dia berhasil masuk semifinal pada kompetisi berikutnya.

“Waw, kau pandai sekali menari,” puji Joy tanpa tahu kalau si gadis bergaun merah ini adalah Marry, teman sekelasnya.

“Thanks.”

“Mau menari bersamaku? Kau membuatku jadi ingin menari,” kata Joy jujur.

Entah karena apa, Marry mau menuruti keinginan cowok bertopeng di depannya ini, padahal dia tidak tahu siapa wajah dibalik topeng itu. Mereka pun berdansa saat musik mulai mengalun slow. Langkah kaki mereka, gerak tubuh mereka, dan nada irama setiap inci gerak mereka bener-bener seakan menyatu jadi satu.

Tiba-tiba semua hal indah itu kacau saat Marry melihat kode yang diberikan Tami dari kejauhan. Tami memberi kode bahwa saat ini sudah jam 12. Itu berarti dia tidak boleh LUPA kalau tante dan dua sepupunya pulang jam segitu. Kalau sampai mereka tau dia tidak ada di rumah, maka akan menjadi GAWAT!!!

Segera Marry mendorong tubuh cowok bertopeng di depannya. “Aku harus pergi.” Lalu dia buru-buru lari meninggalkan ruangan. Tami sudah menunggunya di mobil.

“Hei!!” seru Joy bingung, memanggil si gadis bergaun merah, alias Marry. Tapi gadis itu tidak memedulikan panggilannya dan terus berlari keluar.

“AUW!” jerit Marry pelan saat seorang pelayan catering menabraknya.

“Sorry, Mbak. Nggak sengaja.”

“Ga pa-pa.” Marry terus lari tanpa peduli dengan pelayan catering itu. Saat ini pulang ke rumah sebelum tante Veronika pulang adalah yang terpenting baginya.

“Mbak! Hpnya jatuh, Mbak!” panggil pelayan itu sambil mengacung-ngacungkan Hp Sony Ericsson.

Joy segera menyambar Hp itu. Inilah satu-satunya bukti nyata tentang si gadis bergaun merah. Dia harus mencari tau siapa gadis itu. Gadis yang sudah membuatnya terpesona malam ini.

*

Pangeran : Akanku cari kau dengan sebelah sepatuku ini!

Perdana Menteri : Wahai gadis-gadis siapa yang cocok dengan sepatu ini maka akan menjadi calon permaisuri Pangeran.

Vina : Aku akan mencobanya. Pasti aku akan cocok!

Perdana Menteri : Iya, silahkan!

Vina : Wah, kok bisa tidak cocok.

Vani : Ah kamu memang dasar kaki kecil, kalau aku pasti cocok.

Vina : Ha…ha…ha…! Dasar goblok! Kakimu kan besar.

Vani : Trus kalau bukan kita. Siapa dong yang cocok.

(Semua orangpun penasaran, tiba-tiba Cinderellapun datang)

Cinderella : Bolehkah saya mencobanya?

Perdana Menteri : Silahkan Nona!

Vani dan Vina : Gak mungkin! Gak mungkin dia cocok. Pasti ini Cuma kebetulan saja (terkejut)

Cinderella : Tidak Vina dan Vani. Ini bukan kebetulan, memang akulah yang pangeran cari. Aku mempunyai sepatu sebelahnya (sambil memperlihatkan).

Pangeran : Aku memang yakin, kamulah permaisuriku. Wahai permaisuriku yang cantik! Maukah kamu menjalin hidup denganku?!

Cinderella : Iya, pangeran! Aku mau menjadi permaisurimu.

Vina, Vani, Nyonya Veronica : Ma’afkan kami Cinderella. Kami telah memperlakukan yang senonoh pada kamu. Ma’afkan kami. Kami sanggup kamu hukum dengan apapun.

Cinderella : Aku sayang kalian, aku tidak akan menghukum kalian. Kalian adalah keluargaku.

Nyonya Veronica : Terimakasih banyak Cinderella. Engkau memang sangat baik hati. Ma’afkan kami Cinderella.

Vina dan Vani : Iya, Cinderella Ma’afkan kami. Kami sangat menyesal!

Cinderela : Tidak papa. Kalian semua adalah keluarga terbaikku.

Vina, Vani : Terima kasih Cinderella. Semoga kamu bisa bahagia.

Pagi ini Marry belingsatan saat melihat berbagai kertas bertebaran yang berisikan “Joy Mencari Cinderellanya si Gadis Bergaun Merah”. Ternyata Joy membuka kompetisi baru, yaitu kompetisi pencarian Cinderella yang terbuka hanya untuk siswi di SMA Poetry. Pertanyaan yang diberikan hanya satu, Apa merek hp yang dijatuhkan oleh sang Cinderella? Yang bisa menjawab maka dialah sang Cinderella. Marry terenyuh melihat kegigihan Joy untuk menemukan dirinya.

“Kau mau apa lagi? Cepet bilang ke dia kalo kau lah gadis yang dia cari!” desak Tami.

“Ga ah,” Marry ragu. “Dia pasti kecewa kalo tau Cinderellanya ternyata hanyalah seorang babu di rumah Vina dan Vani, yaitu aku.”

“Tap…”

“Hah!? Nggak salah denger nih??” Natalie yang tiba-tiba muncul di depan mereka memotong protes Tami.

“Jadi kau yang semalam itu berdansa dengan Joy?” bentak Vina sengit.

Tami langsung emosi. “Kalau iya, kenapa STUPID?”

Vina dan Vani bersiap-siap melabrak Tami, tapi keburu Natalie menahan mereka. Natalie mempunyai ide bagus untuk misi barunya. Dia akan mengaku kalau dialah sang Cinderella semalam.

*

“Sony Ericsson K510i.”

Joy dan Vicky terpaku mendengar jawaban Natalie.

“Oke…kau lulus sesi pertama.” Joy berdehem. “Pertanyaan kedua, sebutkan 4 lagu yang ada dilist hp ini.”

“What? Kau bilang cuma nyebutin mereknya?” protes Natalie.

Joy tersenyum kalem. “Kalau ini memang Hpmu, pasti kau bisa jawab.”

Natalie segera berpikir keras. Dia mencoba untuk menyebutkan judul-judul lagu yang lagi ngetrend saat ini. Tapi…

Joy menggeleng mantap. “SALAH. Kau bukan Cinderellaku, Nat.”

Tiba-tiba Marry dan Tami berdiri di antara mereka semua, Vicky, Joy, Natalie, Vina, dan Vani.

“Aku tau!” seru Marry gugup. “R..Ran Pandangan Pertama, Just that Girl –lagumu, New Classic –lagumu juga, dan Get There –lagumu juga.”

Joy dan Vicky menatapnya takjub.

“Wow, ternyata Marry, Joy,” seru Vicky gembira.

“Oh, belum. Satu lagi pertanyaan,” kata Joy sekedar mengetes. “Foto siapa yang menjadi wallpaper di hp ini?” pancing Joy.

Marry menelan ludah dengan susah payah. GLEK! “Fo..fotomu.”

Mendengar jawaban itu Joy tersenyum mekar. “Cinderellaku…”

*

Terpikir setelah itu Marry sudah sebahagia Cinderella. Tapi ternyata tidak semudah itu baginya untuk membeli kebahagiaan meskipun Joy sudah menjadi pacarnya. Diam-diam Vina dan Vani beserta ibunya membatalkan pendaftaran Marry di sekolah “Dance and Sing”. Itu berarti kalau Marry tidak mendapat beasiswa pada kompetisi nanti, maka dia tidak akan bisa masuk ke sekolah “Dance and Sing”. Dan hal terburuk yang dia terima selain itu adalah penghianatan Joy padanya. Kemarin dia memergoki Joy jalan berduaan dengan Natalie di Moll. Dan parahnya lagi, Natalie mencium pipi Joy di tempat UMUM!

“Brengsek! Harusnya aku tau kalau dia tuh cuma kasihan sama aku. Dia nggak bener-bener suka sama aku,” kata Marry pahit. Tami hanya bisa memeluk Marry dan menenangkannya. Mereka berdua sengaja masih menetap di sekolah meski jam pulang uda dari tadi.

“Tami, Marry,” panggil Vicky dari kejauhan. Cowok itu menghampiri mereka. “Mar, kenapa dari kemarin kau menghindar dari Joy terus sih? Dia jadi khawatir tuh.”

Tami menatap Vicky dengan galak. “Tanya aja sama dia! Kenapa dia mau pacaran sama Marry kalau dia masih suka sama Natalie!?”

“Hah?”

“Kemarin Marry mergokin mereka jalan berdua terus pake acara cium-cium pipi segala!”

“Astaga!” Vicky menepuk jidatnya. “Kalian bego banget sih. Joy tuh dipaksa sama Natalie. Dia ngancam, kalau Joy nggak mau jalan ama dia, dia bakal ngerjain Marry sesadis mungkin. Joy nggak mau Natalie nyakitin kau, Mar.”

Tapi tertegun karena sempat percaya. Tapi buru-buru dia membantah lagi. “Trus masalah cium-cium tuh apa?? Diancam juga!?” ledeknya.

“Kalau cium, itu bukan salah Joy! Joy juga nggak bakal mau cium pipi Natalie. Tapi cewek itu tiba-tiba cium duluan. Joy nggak sempat ngelak. Kemungkinan Natalie tau kalau waktu itu Marry ngeliat, makanya dia ambil kesempatan untuk cium pipi Joy di depan Marry.”

*

Acara kompetisi malam ini akan berlangsung 10 menit lagi. Tapi tanda-tanda adanya kedatangan Marry belum menunjukkan apa-apa, membuat Joy cemas. Dia cemas kalau-kalau Vicky tidak bisa meyakinin ke Marry tentang Natalie.

……………………………………………………………………………………..

Vicky masuk ke ruangan diikuti oleh Marry dan Tami. Raut wajah Joy segera berubah sumringah. Dia merasa lega saat melihat senyuman ceria Marry yang sudah dua hari tidak dilihatnya, tepatnya sejak kejadian di Moll itu.

Marry segera bergabung dengan para finalis lainnya untuk bertanding. Satu persatu melakukan gerakan-gerakan tarian yang indah, membuat juri dan penonton terpukau. Dan ketika saat yang mendebarkan tiba, saatnya pengunguman sang juara, Marry memejamkan kedua matanya dan menutup kuping rapat-rapat karena tidak berani melihat dan mendengar kenyataan kalau dia tidak menang. Joy merangkulnya memberikan kekuatan.

Beberapa menit kemudian, Marry yang tadinya tidak mendengar apa-apa bahkan tidak melihat apa-apa, merasakan sakit pada pundaknya akibat diguncang-guncang dengan keras oleh Joy.

“Marry!! Marry!!”

Marry membuka mata menatap Joy yang memandanginya dengan penuh luapan kebahagiaan.

“Kau menang!” seru Joy sambil memeluk Marry kuat-kuat. Langsung aja luapan kebahagiaan Joy menular ke Marry. Dia melompat-lompat kegirangan. Kegirangannya tidak terhenti saat seorang juri menghampirinya untuk memberikan selamat.

“Selamat, nona Marry,” Ibu Juri itu menjabat erat tangan Marry. “Anda akan menjadi murid sekolah “Dance and Sing” mulai minggu depan.”

Akhirnya penderitaan Marry dari perbudakan tante dan dua saudara sepupunya akan berakhir berganti hadiah yang tak tertandingkan.

*-*


Keterangan : Hehe.... saat bikin ini aq lagi ngefans banget ama another Cinderella Story. So, aq iseng buat cerpennya dalam versi aq wohohoho, nggak bermaksud jiplak loh.... Untung aja aq cuma niat buat cerpennya nggak novelnya haha, padahal awalnya aq sempat niat buat novelnya loh, tapi novel yang mirip ama filmnya lah....bukan versi sendiri. hehe

Terima kasih kunjungannya~ :)

 

bOLLywood-giRL.coM © 2010 Web Design by Ipietoon Blogger Template and Home Design and Decor