Rabu, 04 Desember 2013

Teruntuk SHAWOL ABABIL!

Diposting oleh Eka Suzanna di 13.27 0 komentar
TOLONG DEH, kalau mau fangirling sih sah-sah aja, tapi nggak usah lebay :s

Maaf ya kalau ada yang tersinggung, no offense loh. Aku ngomong gini cuma karena aku sebal sama orang-orang yang ‘ngakunya’ ngefans sama seorang idola, tapi segitu possesifnya!

Ngefans lalu jealous? Itu wajar.
Tapi ngefans, kemudian possesif? Itu namanya kurang ajar.

Sebagai fans, kita itu mendukung idola kita, mensupport, bukannya nge bash orang sana-sini, hina sana-sini sesama idola dan sesama fanbase. Gak malu apa sama kelakuan?

Okay… sebenarnya udah lama aku kesal banget sama fans-fans yang beginian. Sampai-sampai dulu aku pun agak berdebat ‘dingin’ sama sohibku, karena perbedaan pemikiran ini. Aku yang kukuh seperti ini, dan dia yang kukuh membela orang-orang yang possesif sama idolanya itu. Dalam kasus yang kami bahas dulu itu adalah Jonghyun (saat itu Jonghyun terlibat scandal pacaran sama artis, lalu banyak yang koment negatif sana-sini). Nggak banget lah, pokoknya. Kalau bisa maki-maki sih aku udah pengen maki-maki di telinga mereka yang super lebay itu. Helllooow, masa cuma gegara idola lo pacaran lo langsung jadi antis? Yaelllahh… cetek banget man, mental lo. Mana yang katanya blingers sejati? Yang selalu mendukung dan mensupport Jonghyun? Mana?? Cih!

Dan temanku itu mati-matian mendebatku. Walau gitu aku tetap kukuh dong sama diri aku, terserah orang mau kata apa.

Menurut temanku itu, harusnya seorang idola itu ‘memikirkan’ perasaan fansnya. Fansnya sudah mencintai mereka, jadi ya balasan mereka juga harus lah mencintai fans mereka dengan menjaga perasaannya.

Uhuk.

Kesimpulannya, ‘mereka’ ini maunya si idola jomblo abadi selamanya -_-

Yang benar sajaaaa. Segitu doang rasa cinta mereka ke idola? Cih. Ternyata cinta yang selama ini mereka beri itu, menuntut balasan toh dari idola… kirain setulus hati *evil smirk*.

Auk lah. Aku cuma bisa kasih ini nihh… *jempol, dibalik*.

Dan kemarin, terulang lagi.. aku baca comment salah satu ‘shawol’ lebay : “harusnya Taemin itu menjaga perasaan fansnya :’(("

“Mulai detik ini gue berhenti jadi fans Taemin! Taemin sama sekali nggak menghargai perasaan gue! Ngecewain!! Gue mau pindah ke fandom lain aja!”

#JEDANG

Eike cuma bisa tepok jidat bacanya. Hahahaha.

 Gak aku balas sih, karena nggak mau memperkeruh suasana, apalagi para shawol lain mulai panik (seakan-akan negara Indonesia balik dijajah), memohon-mohon dan membujuk si shawol lebay itu.. ups.. “ex shawol” ding :p, untuk balik menjadi fans.

Hallah.. aku mah cuma bilang dalam hati, ‘ya lo mau keluar, keluar aja kaliii. Gak perlu pakai acara lebay dulu, kayak istri yang ditinggal nikah suaminya sama istri muda. SHINee, terutama Taemin, gak butuh fans kayak lo!’

Kasar kata-kataku?

Loh, nggak kan?? :))

Liat aja tuh, kurang lebay apa dong dia?? Emangnya pantes orang kayak gitu jadi shawol? Yang dikit-dikit langsung ngancam berhenti jadi fans.

Huh.

Itu sebabnya aku gak pernah mau tergabung dalam fangirling, termasuk fanbase. Walau aku menyukai SHINee, tak pernah sekalipun aku mengaku menjadi Shawol. Walau biasku Taemin, aku juga gak pernah menyatakan diri sebagai Taemintz.

Yah… aku adalah aku. Seorang Eka yang menyukai SHINee dan mengidolakan Taemin.

Ya, aku jelas cemburu lah kalau Taemin ada skinship sama beberapa cewek. Sebut aja yang pernah terlibat itu, BoA, Sulli, dan sekarang Naeun. Tapi apa aku benci sama cewek itu? Kagak. Menghina seujung kukunya pun gak pernah. Taemin itu harus profesional untuk dance battle dengan BoA. Banyak temanku yang sering sengaja manas-manasin aku, tapi aku sama sekali nggak panas tuh hohoho ^ ^

Mau BoA cium ketek Taemin juga aku biasa aja.

Bohong tapi kalau nggak jealous. Mungkin tepatnya lebih ke iri aja sih ya. Mereka bisa sentuh Taemin, aku nggak bisa. Tapi yaudah, sebatas itu aja.

Sekarang apa yang membuatku kembali mendidih hingga akhirnya membuat postingan ini? Yak! Kasus TaeminNaeun. Selama ini aku udah sabar-sabarin banget dan tutup mata-telinga kalau dengar atau baca ada banyak shawol yang ngata-ngatain Naeun. Dengan kata-kata yang nggak ada santunnya pula. Bitch banget memang, mereka, bukan Naeun.

Sekarang aku benar-benar merasa nggak bisa diam lagi. Gara-gara ada staff yang ‘katanya’ nyebut Taemin brengsek atau apalah sejenisnya.. Shawol, terutama Taemint, pada murka. Keluar deh tuh sumpah serapah mereka, ngata-ngatain Naeun segala macam. Naeun yang mulai pakai hati lah, Naeun yang punya air mata komodo dan buaya lah, dll.



image


Intinya, mereka menganggap Naeun itu sengaja membuat image Taemin buruk. Seperti itu lah kesimpulan yang aku lihat.

Aku sebagai pengikut setia WGM taemin Naeun, jelas dong langsung menghardik mereka. Selain karena aku nggak suka sama kelakuan mereka yang ‘ngakunya’ Shawol, kayak gitu (nggak usah deh ngaku-ngaku jadi Shawol lu! Malu-maluin aja -_-”), aku juga ngerasa nggak ada yang salah dari Naeun. Kenapa dia harus dimaki-maki sampai seperti itu?

Banyak yang bilang Naeun mulai main hati.

Gini ya, aku rasa semua artis WGM pasti main hati lah! Gila aja kali kalau nggak, berarti kasian dia nggak punya hati. Nggak usah deh jauh-jauh, coba aja kamu, tiba-tiba dipasangkan dengan cowok asing, main jadi pasangan di WGM berbulan-bulan. Emang awalnya gak cinta, nggak ada perasaan juga. Tapi BOHONG banget kalau lama-kelamaan nggak main pakai hati. Bohong! Pasti main hati lah, walau mungkin sebenarnya nggak cinta yang bagaimana-bagaimana. Walau tahu itu cuma syuting, tetap saja kan skinship itu benar-benar dilakukan. Anggaplah kayak sinetron. Sinetron cuma drama, semua orang tahu itu fiktif, ada naskah, tapi buktinya banyak pemainnya yang cinlok. Donita-Randy Pangalila (dulu), Shireen-Adly Fairuz (dulu), Shireen-Teuku Wisnu, Irwansyah-Acha (dulu), Irwansyah-Sazkia, Yuki Kato-Steven, dll. See??

Itu sinetron.

Nah, apalagi WGM yang jelas-jelas separuh script separuh nyata -,,-

Jadi ya yang pada ngatain Naeun main hati, aku cuma bisa bilang, aku justru senang dia main hati, karena apa? Berarti dia tulus selama menjadi melakoni jadi istri Taemin. Coba, kalau dia cuek, nggak main hati, aku malah bakal sebel dan berdoa tiap malam biar WGM cepat kelar! Karena buat apa diterusin kalau dia cuek aja, nggak sayang sama Taemin? Huh.

Banyak yang bilang juga kalau Naeun itu air mata komodo.

Nggak tahu sih ya maksudnya apa, tapi yang aku tangkap sih mereka nganggap Naeun itu nangisnya dibuat-buat aja buat ngejelekkin image Taemin.

Yah, itu semua cuma Naeun dan Tuhan yang tahu. Tapi kalau aku lihat, itu bukan air mata dibuat-buat. Air mata beneran. Dan aku kalau di posisi dia juga bakal kayak gitu. Justru aneh kalau dia nggak sedih, nggak nangis. Berarti itu udah jelas kalau WGM hanyalah sandiwara. Tapi dengan adanya sifat natural Naeun yang menangis karena ulah Taemin, justru aku bisa merasa ini real. Heran banget kalau masih aja ada orang yang nggak bisa ngebedain sandiwara sama beneran… ckckckck

Dan aku, walaupun mengidolakan Taemin, aku mengakui kalau di sini (selama WGM) Taemin lah yang sering ngecewain, sering nyebelin, bikin jengkel. Tolong ya ini Shawol dan para Taemint, buka mata lebar-lebar. Tonton gih baik-baik WGM dari awal sampai epsiode yang baru ini, lihat bener-bener. Lepas dari entah WGM ini hanya lah pura-pura atau apalah, di situ tetap terlihat jelas kalau Taemin yang sering nyebelin dan seringnya juga itu dilakukan secara ‘sengaja’.
image
Boleh deh situ ngaku shawol, ngaku Taemint, tapi nggak usah lebay gitu juga kali, sampai seolah-olah SHINee, terutama Taemin itu, makhluk tanpa noda tak berdosa. Mereka nggak sesempurna itu. Nggak seperfect itu.
Selalu kalian bilang, “Taemin itu dituntut menjelekkan image nya supaya Naeun dilihat sebagai malaikat.” “Taemin itu cuma diperkerjakan SM makanya dia gitu.” “Taemin itu selalu jadi yang ‘sengaja’ dikambinghitamkan di WGM biar begini begonom” dll.
Pada sok tahu itu yang ngomong -,,- Padahal mereka tahu yang benernya bagaimana juga kagak, hakhakhak (cuma bisa ngakak saya ngetawain mereka).
Emang situ kerja jadi staff di WGM ya? Emang situ bagian dari SMent ya? Emang situ managernya SHINee ya? Sampai tahu segitunya segala.
Kalau nggak tahu apa-apa, nggak usah sok tahu. Itu aja deh yang aku minta. Karena aku nggak mau nama Shawol jadi jelek cuma karena ada orang-orang yang kelakuannya begitu.
Ngomong-ngomong soal sandiwara, nah, banyak juga yang bilang WGM itu cuma script. Sampai pada maki Naeun begini: “Heh, Naeun, lo jangan kegeeran kali. Taemin tuh begitu sama lo karena tuntutan script dll..”
Jiaahhhh…. sok tahu lagi mereka :D
Hellow juga oranh sok tahu, tahu darimana itu script? Emang situ kerja di WGM? Atau situ penulis script nya? Jiahahah X))
Ngaku aja dah situ cuma kemakan omongan-omongan orang dan beberapa gosip kan ? Kkkkkk~
Yah aku nggak bilang juga sih kalau WGM itu gak pakai script alias real! Karena aku juga nggak tahu apa-apa, entah itu sandiwara atau bukan.
Tapi nih ya… setahu aku, semua acara TV itu pasti pakai script lah X))
Noh, Indonesian Idol, Master Chef aja juga pakai script, kok. Kalau nggak pakai script ya jalannya pasti gak beraturan dong -,- dan bisa jadi molor.
Jadi menurutku WGM itu juga sama kayak acara TV lain. Pakai script! Tapi juga nggak sepenuhnya script keleeuus -,- Yah separuh script separuh benaran lah.
Contoh nya WGM Taemin Naeun episode 1, pastinya discript memang dah diatur ketemunya di situ, Naeun yang datang dan duduk nunggu duluan. Itu pasti diatur discript lah -,-
Tapi kalau dialog mah sebagian besar ya ngalir seperti air lah, mereka mau ngomong apa juga terserah. Tapi kan saat mereka main naik boat, lalu makan daging, ya itu diatur script lah. Misalnya, “habis kalian naik boat, kalian makan di sini ya, makan ini, tapi manggang sendiri, bahannya udah disediakan.”
“Lalu habis makan, kalian jalan-jalan di pinggir pantai”
Ya itu ada diatur script lah. Tapi dialognya? Ya mereka ciptain sendiri, dan juga improvisasi kayak main lari-larian kejaran sama ombak, dll.
Kalau gak ada script, apa jadinya dunia, coba?? Berantakan! Taemin dan Naeun pasti bingung mau ngapain aja (kalau mereka dibiarkan mikir sendiri terserah mau ngapain, pasti jadi kacau, dan bisa-bisa syutingnya nggak berjalan lancar seharian). Lagian, emang dipikir syuting live itu enak? Kru dan kameramen kan harus ngikutin mereka ke sana-kemari. Kalau nggak ada script, kacau, dong, dan kru serta kameramen bisa kocar-kacir terpontang-panting.
Intinya sih, nggak usah pada sok tahu. Di sini, KITA, nggak ada yang tahu seperti apa di balik layar WGM, seperti apa perasaan Taemin sebenarnya, seperti apa perasaan Naeun sebenarnya. Cuma mereka sendiri dan Tuhannya yang tahu! Nggak usah lagi deh pada sok bilang “Taemin tuh cuma pura-pura, dia nggak suka sebenarnya syuting WGM sama Naeun” dll. Dih! -,-
Kalau kalian pada sakit hati gara-gara Taemin dibilang brengsek atau apa, boleh. Tapi kata-kata dijaga. Marah pada sesuai konteksnya, jangan melebar kemana-mana sampai-sampai segala caci maki buat Naeun keluar.
Taemin nggak sesempurna kayak malaikat. Dia nggak suci. Dia juga jelas ada kekurangannya, banyak dosanya. Begitu juga Naeun. Jadi, udah.. sama aja lah.
Lagian kalau kalian NGOTOT bilang WGM itu cuma script, yaudah anggap aja berarti kan air mata Naeun script juga, dan omongan yang dilontarkan salah satu staff itu ke Taemin, anggap aja udah diatur/disetting. Beres kan??
Kalau beropini jangan setengah-setengah! Kalau sekali bilang WGM itu cuma script, ya udah semuanya script. Sama ratakan. Kalau dah tahu gitu, ya terus kenapa buang energi caci maki Naeun? Kan itu cuma script?
Dasar…. fans alay, ababil.
image

Selasa, 24 September 2013

Semuanya Terlahir 'istimewa'

Diposting oleh Eka Suzanna di 10.05 0 komentar

“Permisi, dek… saya mau nanya, rumah sakit Bhayangkari dimana ya?”

Aku memperhatikan lelaki muda yang sedang mengajakku berbicara. Kalau melihat dari perawakannya yang mengenakan kemeja cokelat kotak-kota tanpa dikancing, memperlihatkan kaus dalamnya yang berwarna putih, dan rambutnya yang diberi gel, sepertinya ia seorang mahasiswa. Tapi, yeah, aku bisa saja salah.

“Dek?” tegurnya lagi, mungkin karena aku tak kunjung menjawab pertanyaannya.

Aku menggigit bibir sejenak, dan batinku mulai berperang. Baru saja aku akan memutuskan untuk menanggapinya atau tidak, teguran seorang pria terdengar dari warung makan yang tak begitu jauh dari kami.

“Dek, nggak sopan banget, sih! Kalau orang nanya itu dijawab. Caria pa, Mas?” serunya.

Lelaki di hadapanku segera tersenyum sumringah setelah tadi sempat kesal padaku yang hanya diam membatu di hadapannya.  Ia bergegas menghampiri warung makan itu, dan bercakap sebentar, sebelum akhirnya pergi, mungkin karena sudah mendapatkan apa yang ia butuh.

“Dek,” tegur pria di warung makan itu, lagi. Aku memberikannya lirikan, tanpa benar-benar berani menatapnya. “Lain kali kalau ada orang minta bantuan, dijawab, dong. Kalau nggak tahu, kan, tinggal bilang nggak tahu. Sombong banget jadi cewek.”

Aku menarik napas sejenak, dan menghembuskannya hati-hati. Terselip perasaan tidak enak hati, tapi…. Bagaimana pun mereka tidak mengerti betapa sulitnya berada di posisiku.

“..m..mm..ma..maaf…, M..m..mas…” ujarku akhirnya, berusaha melafalkannya dengan baik, tapi tetap saja tak akan terdengar normal. “S..sa..ya.. b..bu..k..an..n..ny..a bber..m..mak..s..ss..ud.. s..om..bb..onn..ng..”

Pria itu terdiam ketika aku mulai bersuara. Dan aku tidak mungkin salah dengar, dari dalam warung makan itu, terdengar banyak orang yang sedang menahan tawa, mengatupkan bibir rapat-rapat, berusaha tidak menertawakanku terang-terangan. Tapi, tetap saja aku menyadarinya. Dan itu menyakitkan.

==

“Nan..” tegur ibu yang mendapatiku terduduk di kursi depan rumah, baru pulang sekolah dan belu melepaskan sepatu dan tas sekolahku. “Kenapa melamun?”

Aku sedikit mendongakkan kepala, menatap mata beliau sebentar, namun kemudian menggeleng pelan.

Sepertinya ibu menangkap kesedihanku di mataku, karena aku juga bisa menangkap sorot kecemasan di matanya. Namun, beliau selalu menjaga hatiku dengan sangat baik, sehingga tidak pernah berkata apa-apa, dan juga tak ingin terlalu banyak bertanya. Ia tahu, kalau aku memang ingin cerita, aku akan melakukannya nanti dengan sendirinya.

“Ya, sudah.. ayo, ganti baju sekolahnya. Nanti kotor. Ibu sudah siapkan itu, mie goreng dan telur dadar di atas meja. Di makan ya. Ibu mau siap-siap dulu.” 

Mataku masih mengekori ibuku yang kini sedang sibuk menggelar beberapa meja kecil di teras rumah. Sebentar lagi, pasti anak-anak yang mengaji bersama ibu akan datang. Aku segera melepaskan sepatu, kemudian masuk ke dalam rumah. Aku sengaja melambatkan langkahku. Pikiranku masih penuh dengan pertanyaan akan hidup ini. Pertanyaan yang selalu sama seperti kemarin, yang aku rasa tak akan pernah ada jawabannya. Kenapa aku harus berbeda dari manusia normal? Dulu, nenek dan Ibu selalu mengatakan bahwa berbeda, berarti istimewa. Tetapi, dimana letak keistimewaanku?

==
Aku mengelap bibir dengan tissue setelah menghabiskan segelas air putih dalam beberapa kali teguk. Perlahan aku bangkit, dan melangkah keluar rumah. Aku bisa mendengar suara ibu yang begitu lembut sedang menerangkan sesuatu pada anak didiknya. Bahasa ibu yang begitu santun, lembut, keibuan.. sangat terdengar menyenangkan. Aku bersandar di pinggir pintu dengan gerakan hati-hati agar tidak menimbulkan keributan, memperhatikan beberapa anak mungil itu yang terlihat cukup antusias memperhatikan ibu.

“… jangan sesekali menghina makhluk hidup yang lain. Kita semua sama. Tak berbeda. Kita sama-sama diciptakan oleh Tuhan.  Semua orang terlahir dengan tidak sempurna, dengan kelebihan dan kekurangannya. Itu rezeki kita masing-masing. Yang pasti, Tuhan telah menciptakan makhluknya dengan sebaik-baiknya, dan tak ada ciptaannya yang tidak berguna. Apa yang dihasilkan dari tangan Tuhan, selalu istimewa..”

Tubuhku sedikit tergerak saat mendengar kata-kata ibu, dan tanpa sadar menimbulkan derit pintu.

“Loh, Nani?” Ibu sempat agak terkejut saat menolehkan kepalanya ke arahku, namun kemudian tersenyum lembut. Senyuman khas-nya yang sangat aku suka. “Sini,” ibu melambaikan tangan agar aku duduk mendekat di sebelahnya. “Mau nemanin ibu ngajar adek-adek ini?”

Aku tercenung sebentar menatap anak-anak itu. Seorang anak laki-laki , yang mungkin berusia 6-7 tahun, segera mendekat ke arahku sambil tersenyum lebar memperlihatkan satu giginya yang ompong. Aku lantas tertawa, kemudian mengangguk padanya untuk memulai mengaji.
Ibu, terima kasih karena sekali lagi mengingatkanku. Semua manusia tak ada yang sempurna. Tetapi, satu hal yang pasti, semua yang terlahir di dunia ini bukanlah sesuatu yang tak akan bisa berguna.

Minggu, 22 September 2013

Hidupku untuk Senyuman-mu

Diposting oleh Eka Suzanna di 02.34 0 komentar





Aku punya sedikit kisah untuk kalian yang tahun ini akan masuk kuliah, atau mungkin tahun depan. Dan, ini adalah kisahku. Mungkin saja ini bisa menjadi sebuah inspirasi..
            Ketika masih TK, masih berusia 4-5 tahun, saat masih senang-senangnya bermain ayunan dan pelesetan bersama kawan-kawan sebaya, bila diberikan pertanyaan oleh guru: “Nanti kalau sudah besar mau jadi apa, anak-anak?”
“Dokter!”
Aku selalu menyerukan itu dengan lantangnya, bersama dengan hampir semua anak.
“Kenapa?”
“Biar bisa membantu banyak orang.”
“Bagus. Itu cita-cita yang mulia,” puji ibu guru.
Hal yang sama masih terlontar dari mulutku saat SD dan SMP. Ingin menjadi apa? Atau, apa cita-citanya? Maka, dengan penuh percaya diri dan sangat lantang, aku akan tetap menyerukan, “Dokter!” Selain karena ingin membantu banyak orang, kali ini bertambah satu alasan. Menjadi dokter itu, terlihatnya sangat keren!
Kemudian, tiba masanya aku menginjak bangku SMA. Masih sering terdengar pertanyaan yang sama dari orang-orang, walau dalam bentuk kalimat berbeda.
“Nanti kuliah mau masuk jurusan apa?”
“Kedokteran.” Jawabanku sangat mantap.
“Kenapa?”
Bedanya, kali ini aku tak bisa dengan penuh percaya diri menyebutkan alasannya. Sehingga, lebih sering aku hanya menggelengkan kepala dengan pelan. “Entah..”
Untuk membantu orang banyak? Atau hanya karena menjadi dokter itu, terlihat keren? Apapun itu, kedua alasan itu sudah bukan lagi menjadi tujuanku. Aku tak tahu, dan tak menemukan alasan kenapa aku harus menjadi dokter.
Waktu berlalu dengan sangat cepat, hingga tidak terasa sudah saatnya aku kebingungan menentukan kelas jurusan. Aku akan masuk kelas apa? IPA, IPS, atau Bahasa? Aku bingung.
Pertanyaan-pertanyaan kepo masih terus bergulir.
“Mau masuk jurusan apa? IPA/IPS?”
            “IPS…” jawabku dengan nada melemah dan kurang yakin.
 “Kuliahnya ntar berencana mau lanjut kemana?”
“Nggak tau…” aku benar-benar menggelengkan kepala dengan lemah.
“Maunya ambil jurusan apa?”
“Hm….kedokteran..?”
Jawabanku terdengar seperti pertanyaan, kan? Yah, karena aku benar-benar penuh keraguan saat memutuskan menjawabnya.
Sebenarnya, saat itu aku sudah berniat ingin masuk jurusan komunikasi atau jurusan perfilman.. Karena, ternyata.. selama menjalani masa SMA kelas 1, aku tidak menemukan minat pada bidang IPA, walau aku sangat menyukai pelajaran Matematika. Tetapi, hanya Matematika. Aku benci pelajaran Fisika, Kimia, Biologi, dan sejenisnya. See? Aku bukanlah anak yang ditakdirkan untuk menekuni bidang IPA. Walau aku belum terlalu pasti menemukan apa minat-bakatku sebenarnya, yang jelas IPA bukanlah impianku. Bukan pilihanku. Tetapi, orangtuaku menginginkan aku menjadi dokter, atau setidaknya seorang apoteker.
 Seandainya setiap orang tua memiliki sifat demokratis, dan memberikan anaknya kebebasan untuk memilih.
Mama menasihatiku, atau mungkin tepatnya berpesan: “Ypenting sekarang masuk saja dulu jurusan IPA. Siapa tahu nanti kamu setelah masuk jurusan IPA, berubah pikiran ingin menjadi apoteker misalnya..”
Ketika aku sempat kukuh memilih IPS, Mama memang tidak marah, tapi.. ia nyaris mendiamkanku seharian. Hm, mungkin tidak benar-benar mendiamkan. Kami masih berbicara baik, hanya saja ada yang tidak normal. Ada yang berubah. Tidak ada senyum bahagia di wajahnya, yang ada hanya sebuah raut kekecewaan.  Itu membuatku sangat sedih. Satu-satunya hal yang paling tidak bisa membuatku kuat adalah raut wajah Mama. Saat ia sedih, kecewa pada diriku, aku merasa sangat bersalah. Aku merasa diriku adalah orang yang paling tidak berguna. Kemudian, aku selalu merenung… selama ini apa yang telah kuberikan pada orangtuaku? Terutama pada ibuku. Tidak ada.. Beliau telah memberikan terlalu banyak padaku. Terlalu banyak. Tapi, apa aku pernah benar-benar memberikannya kebanggaan? Aku tidak pernah masuk peringkat 5 besar sejak aku SMP. Aku tak pernah membuat prestasi apa-apa. Yang kulakukan hanya sekolah, minta uang jajan untuk dihamburkan, dan memperlihatkan nilai raport yang cuma berkecukupan itu. Ibuku tak pernah menuntut apa-apa. Sekarang, ia hanya ingin aku masuk jurusan IPA, dan ingin aku menjadi dokter kelak. Sepanjang hidupnya sejak melahirkanku, setahuku baru kali ini lah ia mulai menuntut akan apa yang seharusnya menjadi hak hidupku.
Aku pun berbesar hati memutuskan masuk IPA. Keputusan yang sempat agak berat waktu itu.. tapi saat itu aku sudah tak memikirkan apapun lagi. Yang aku pikirkan hanya satu, membuat ibuku senang dan tersenyum. Dan, yeah, I got it. Her smile! :’)
 Rasanya sakit sih, menjalani apa yang sebenarnya tak aku inginkan,… tapi rasanya terbayar dengan senyuman beliau.
Pada dasarnya, orangtua hanya ingin anaknya bahagia dan tak terlalu terpuruk selama berjuang dalam hidup. Mereka bercermin pada apa yang terjadi dalam hidup mereka, dan tak ingin hal yang sama menimpa pada anak-anaknya. Sebisa mungkin, mereka ingin memperkecil kemungkinan akan anaknya terluka terlalu banyak dalam menjalani kehidupan yang sangat keras ini. Ingin memberikan pengaman terbaik agar anak-anaknya terselamatkan saat berpijak di kerikil-kerikil tajam.  Hanya itu yang bisa mereka lakukan, selama usia mereka belum berhenti, selama perjalanan waktu mereka masih terus berjalan, selama kedua mata mereka masih bisa memperhatikan pertumbuhan anaknya. Mereka ingin memberikan anaknya kehidupan yang berkualitas, semampu dan sekuat yang mereka bisa. Dan itu hanya karena satu alasan, mereka ingin kebahagiaan untuk anaknya.
Ibu, aku mengerti.. sangat mengerti. Semua ini demi kebaikanku.
Tetapi, Ibu.. ada satu hal yang mungkin engkau, dan para orangtua lainnya lupakan, bahwa sebuah paksaan tak akan bisa menghasilkan kebahagiaan, seberapa kuatpun usaha kita membangunnya.  
Ibu, saat ini aku memang tak mengerti dengan perjalanan hidup yang sedang kujalani. Aku sudah tak lagi menginginkan sebuah impian hidup. Aku bahkan tak pernah membayangkan, dan tak pernah mengharapkan akan menjadi seperti apa aku kelak. Saat ini, keinginanku hanya selalu tentangmu. Tidak ingin membuatmu kecewa, tidak ingin melihat raut kesedihan di wajahmu dalam setiap kegagalanku. Aku sekarang hanya ingin membahagiakanmu. Ini klise. Tapi, aku rasa semua anak di dunia ini menginginkan hal yang sama.
Jadi, Ibu.. izinkan aku membahagiakanmu. Sekarang, kalau aku boleh bertanya, haruskah aku terus melanjutkan skenario perjalanan hidup ini, yang dirancang sesuai dengan keinginanmu, bahkan walau kebahagiaanku sendiri terenggut? Walau aku sudah terlalu lelah menjalaninya? Karena, kebahagianmu prioritasku. Melihat senyummu, favoritku.


Terima kasih kunjungannya~ :)

 

bOLLywood-giRL.coM © 2010 Web Design by Ipietoon Blogger Template and Home Design and Decor