Jumat, 28 Agustus 2009

SMANSA

Diposting oleh Eka Suzanna di 01.16

Hanya SATU, Anak SMANSA!

Pada Senin pagi ini, seluruh murid SMA N 1 Tarakan akan melaksanakan upacara bendera bersama dengan para guru dan staf SMA N 1. Para murid berbaris dengan rapi di lapangan dan mereka semua menggunakan perlengkapan seragam sekolah. Tetapi dengan hanya menatap sekilas kita dapat melihat perbedaan antara barisan sebelah kiri dan kanan. Barisan kanan diisi oleh para murid yang berpakaian seragam yang lengkap dan sederhana. Sedangkan pada barisan sebelah kanan diisi oleh para murid yang dandanannya dapat dikatakan tidak mendekatin sederhana. Mereka berseragam dengan gaya yang menunjukkan mereka adalah orang kaya. Tidak salah kalau ada yang menyebut mereka sebagai kelompok murid borjuis sebagai bahasa moderennya, yang artinya adalah kelompok anak orang kaya. Biasanya dinamakan tajir.

Pada awalnya, sekolah ini tidak bermaksud membedakan murid yang kaya atau sederhana. Pihak sekolah lebih mengutamakan kemampuan otak daripada materi. Jadi tidak salah kalau orang luar mengatakan murid SMA N 1 adalah murid-murid yang cerdas. Tapi tanpa disadari, para murid SMA N 1 sudah terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok awam dan kelompok borjuis. Nama kelompok itu ditentukan sendiri oleh para murid borjuis. Mereka menganggap diri mereka memiliki derajat lebih tinggi dibandingkan para murid dari kelompok sederhana alias kelompok awam. Sampai saat ini, kedua kelompok itu selalu bersaing dalam segala hal. Mulai dari mengenai pelajaran hingga beberapa acara kegiatan di sekolah, kedua kelompok itu selalu bersaing untuk membuktikan siapa yang terbaik.

Upacara pagi ini selesai. Para murid segera kembali ke kelasnya masing-masing. Chintya dan Riska berbincang-bincang selama perjalanan menuju kelas mereka, kelas 2 IPA 1.Mereka berdua adalah murid yang termasuk dalam kelompok awam. Dan bagi mereka, kelompok borjuis yang sombong itu adalah musuh besar mereka.

Tiba di kelas, mereka berdua bergabung dengan murid-murid lain. Tiba-tiba ada yang menyadari bahwa hari ini adalah tanggal 1 Agustus 2009.

Wah, berarti sebentar lagi ulang tahun sekolah kita, dong. Sekolah kita kan akan mengadakan acara ulang tahun pada tanggal 15 Agustus nanti. Sekitar dua minggu lagi, dong,” celetuk Dede.

“Betul. Kira-kira nanti bagaimana ya acaranya?” Chintya membayangkan acara ulang tahun sekolah yang seru.

“Kemungkinan biasa saja seperti tahun-tahun sebelumnya. Acaranya berupa fashion show, pemilihan King and Queen, dan tentu saja acara dansa,” jawab Echa. Gadis itu masih sangat ingat bagaimana perayaan ulang tahun sekolah pada tahun kemarin. Murid dari kelompok borjuis mengundang beberapa anak band untuk mengisi acara dan mereka juga memberikan kewajiban bagi para undangan untuk menggunakan pakaian yang modis.

Coba untuk tahun ini perayaan ulang tahun sekolah dengan dress code batik. Sekarang kan ngetrend banget tuh…” Chintya mengungkapkan pikirannya. Dari dulu dia memang sangat ingin menggunakan batik pada acara sekolah.

“Hah? Batik? Duh, ribet banget sih…Echa kan nggak punya batik. Kenapa harus pakai baju batik? Pakai baju yang biasa ajalah….yang netral,” kata Echa yang tidak setuju dengan dress code batik.

Lho, kalau setahun sekali kan ndak apa-apa dong, Cha. Memangnya kamu mau kalau seperti tahun kemarin, kita disuruh pakai baju yang gaya-gayanya anak borjuis gitu? Ihhhh….kalau aku sih mending tidak hadir di acaranya aja daripada pakai baju seperti mereka. Huwweekk…” Chintya pura-pura muntah karena jijik.

Brak!! Pintu kelas terbanting ke tembok dengan keras. Ternyata yang membanting pintu itu adalah Azlina, salah satu anak dari kelompok borjuis. Di belakangnya berdiri dua anak, temannya yang juga termasuk dari kelompok borjuis. Dua anak itu bernama Karina dan Hawa.

Heh, siapa yang tadi tuh barusan ngomong? Maksudnya apa ngatain kami seperti itu, hah!?” gertak Azlina kasar. Dia dan dua temannya segera masuk ke kelas menghampiri Chintya dan teman-temannya.

“Siapa yang tadi ngomong?? Ngaku gak!?” bentak Azlina saat tiba di depan anak-anak awam.

Lukman hanya menunduk diam tidak berani berkomentar apapun. Dia memang tidak mau ngambil resiko apabila berani melawan anak-anak dari kaum borjuis. Echa juga ikutan diam meskipun dengan mata berkaca-kaca. Dia memang gadis sensitive. Sedikit saja kena bentak langsung mau nangis. Chinyta segera berdiri dan berhadapan dengan Azlina. Tubuh Azlina yang lebih tinggi 3 cm dari dirinya membuat dia harus mendongakkan kepala sedikit.

“Aku! Kenapa? Marah?” tantang Chintya berani.

Dengan mata yang melotot marah, Azlina menuding Chintya. “Ooh, jadi loe? Berani nyolot ya loe sekarang!? Loe pikir hebat ngomong kayak gitu?”

Yaeyalah, hebat!” sahut Chintya dengan nada sinis.

Azlina sudah siap mau menampar muka Chintya. Tapi sebelum itu terjadi, Karina dan Hawa segera menahan.

“Aje….udahlah. Ngapain loe buang-buang tenaga buat orang-orang kayak mereka?” sindir Karina sengaja. Azlina yang mempunyai nama panggilan Aje segera mengendalikan diri.

“Iya! Yang ada nanti tangan loe jadi kotor dipakai buat gampar mereka,” Hawa ikut menyindir.

Azlina menatap Chintya dengan tatapan sinis, “Benar juga kalian berdua. Ngapain buang-buang waktu buat tikus-tikus ini!”

“Makanya, lebih baik kita ke kantin aja,” ajak Karina.

Mereka bertiga segera pergi menuju pintu. Tapi sebelum tiba di luar kelas, Azlina segera menoleh lagi. “Tapi ingat loe semua! Sekali lagi gue dengar loe ada ngomongin kita, awas aja ya!” gertaknya. Dia kembali melanjutkan langkahnya yang terhenti.

“Huuuuh!!! Ndak takut!!!” teriak Chintya jengkel. Dia lalu ngedumel sendiri. “Sekali-kali mereka tuh harus diberi pelajaran tau gak? Nah, bagaimana kalau pada acara ulang tahun sekolah kali ini, kita usulin pada kepala sekolah untuk menggunakan batik? Biar mereka tuh tahu bahwa tidak semua keinginan mereka akan tercapai. Keinginan kita juga bisa tercapai…yaitu menggunakan batik pada acara nanti!”

“Ya, aku setuju….aku juga muak sama tingkah mereka. Rasanya tadi mau kujepit aja mulut mereka itu,” gerutu Lukman.

Alaahh, lagakmu tuh nah Lukman! Sok berani! Berani ngomong kalau ndak ada orangnya. Tadi saja ada orangnya kamu malah diam kayak maling ketangkap!” ledek Chintya.

“Ya kamu kan tahu sendiri. Kalau sampai berani melawan mereka sama saja kita nyusahin diri sendiri.”

Alaaah…memangnya mereka siapa coba? Ayo, kita ke ruang kepala sekolah sekarang untuk ngomongin tentang keinginan kita menggunakan batik pada acara nanti.”

Chintya memimpin teman-temannya untuk pergi ke ruang kepala sekolah.Tapi Ecca tidak juga pindah dari tempat duduknya, malah duduk sambil berpikir.

“Ecca….kamu ngapain!?” teriak Chintya kesal. Dia merasa Ecca adalah temannya yang teroon, terbego, tertulalit, dan terlelet.

Kok keinginan kita sih? Ecca kan ndak ada bilang kalau ingin pakai batik.”

Ah, bodo amat! Pokoknya kamu harus ikut..!” Chintya menarik tangan Ecca.

***

Di kantin sekolah, anak-anak borjuis sedang berkumpul membahas segala hal yang menurut mereka tidak akan pernah mungkin menjadi pembahasan dalam kelompok awam.

Friend, nanti malam jangan lupa nonton gue balapan motor di Stadion.”

“Beres, Ky. Kita semua pasti datang untuk support loe, kok. Yang penting ada ntraktir makan,” Riko senyum-senyum. Ricky mengacungkan ibu jarinya sebagai tanda bahwa dia sama sekali tidak keberatan. Baginya hal itu adalah masalah kecil.

Kebahagiaan kaum borjuis berubah menjadi kekagetan yang heboh ketika Aje, Hawa, dan Karina bergabung sama mereka dengan membawa kabar bahwa kaum awam ingin mengusulkan pakaian batik sebagai dress code acara ulang tahun sekolah.

Hah, sumpeh loe!??” May melotot mendengarnya.

Suer!” Aje mengangkat dua jarinya.

Tuh orang, dasar gila ya! Acara ulang-tahun kok pake batik? Ihhh….kalau begitu lebih baik gue ndak hadir aja pada acara nanti!” sembur May.

Ricky memukul meja dengan keras sehingga teman-temannya pada terkejut.

“Kita tetap akan hadir pada acara nanti dan tentu saja kita juga yang menjadi bintang pada acara nanti!” katanya.

“Iya, tapi kalau pake batik gue ogah!” balas May tidak mau kalah.

“Yang bilang kita pakai batik siapa?” tanya Ricky.

“Mereka. Ibu Ros juga setuju, kok. Gue dengar pembicaraan mereka,” sahut Aje lagi.

“Iya, gue juga denger,” Karina membela Aje.

I don’t care! Intinya, kalau gue katakan ndak pake batik, artinya kita ndak pake batik! Ayo, ikutin gue. Kita ke ruang kepala sekolah!”

Ricky keluar dari kantin diikutin teman-temannya yang lain.

***

Ibu Rosita mengangguk-anggukkan kepalanya saat mendengar penuturan Chintya. Dia sendiri merasa bahwa tidak ada salahnya apabila pada acara ulang-tahun sekolah, yang hadir wajib menggunakan batik. Karena batik merupakan salah satu kebudayaan khas Indonesia.

“Baiklah, Ibu setuju.”

Chintya dan teman-temannya tersenyum senang.

Tok-tok-tok…

Mereka dan Ibu Rosita menoleh ke arah pintu. Di sana berdiri Ricky. Raut wajah Chintya langsung berubah. Dia tidak suka dengan adanya kehadiran Ricky. Dia dapat menduga apa tujuan Ricky datang ke ruangan kepala sekolah.

Lukman menatap Chintya dengan pandangan yang seolah mengatakan ‘bagaimana ini?’.

Ada keperluan apa, Ky?” tanya ibu Ros. Tidak ada guru yang tidak tahu tentang Ricky. Kepala sekolah juga mengenalnya. Ricky terkenal di sekolah karena dia sudah sering membuat berbagai kerusuhan.

Ricky segera masuk ketika diizinkan.

“Maaf,Bu. Tadi saya sudah mendengar keputusan Ibu. Tapi saya dan teman-teman saya tidak setuju apabila pada acara ulang-tahun nanti kita harus menggunakan batik.”

Mendengar hal itu, Chintya menghela napas. Dugaannya ternyata benar.

“Apa alasan kamu sehingga tidak setuju?” tanya Ibu Ros minta penjelasan.

“Karena sekolah kita adalah sekolah terkenal di kota Tarakan ini. Dan pada acara nanti, pihak dari sekolah lain juga banyak yang datang. Apa yang akan mereka katakan? Kita akan jadi pembicaraan mereka. Pasti mereka akan mengatakan ‘sekolahnya terkenal tapi kok pakai batik sih? Ndak gaul sekali’. Saya sebagai murid SMA N 1 juga pasti malu dengarnya, Bu.”

Wajah Chintya yang putih berubah merah. Dia sedang menahan emosi karena mendengar perkataan Ricky yang menghina itu. Seolah-olah bagi Ricky, Chintya dan teman-temannya tidak gaul.

Ibu Ros tersenyum tipis mendengar alasan Ricky. Dia tahu sebenarnya alasan Ricky itu hanya dibuat-buat. Dia juga tahu bahwa alasan Ricky yang sebenarnya adalah dia tidak mau kalah dengan kelompok Chintya.Chintya ingin dress codenya batik dan Ricky yang sebaliknya. Oleh karena itu, Ibu Rose tidak membantah keinginan Chintya dan keinginan Ricky. Dia hanya mengeluarkan keputusan bijaksana.

“Acara ulang tahun pada tanggal 15 Agustus. Masih ada waktu dua minggu. Ibu akan memberikan kesempatan buat kalian berdua untuk menentukan acara seperti apa yang akan kalian buat dan dengan dress code seperti apa? Saya dan para guru akan menilai kekompakan dalam setiap kelompok. Kelompok yang paling kompak adalah kelompok yang akan kami pilih untuk menentukan tema acara ulang tahun sekolah nanti.”

Ricky dan Chintya berpandangan dan kemudian saling membuang muka. Masing-masing tidak ada yang ingin mengalah.

***

Dua hari setelah itu, masing-masing kelompok sudah tidak saling peduli lagi. Mereka masing-masing sibuk mengurus kelompok mereka. Kelompok borjuis lebih memilih aula sekolah sebagai tempat mereka rapat dan melakukan persiapan. Sedangkan kaum awam lebih memilih menggunakan ruangan kelas X-B yang terletak di lantai dua dan jauh dari aula. Mereka sengaja memilih tempat yang berjauhan karena ingin merahasiakan persiapan yang akan mereka lakukan.

Di lantai dua, anak-anak awam sedang latihan menari tarian Tor-tor. Ada empat anak perempuan dan dua anak laki-laki yang akan menari.Hotma yang sangat pandai menari tor-tor mengajarkan pada teman-temannya dengan sabar. Karena kekompakan mereka, mereka dapat mempelajari gerakan tarian itu dengan baik.

Kelompok borjuis yang perempuan sedang bersiap-siap di aula untuk latihan menari. Mereka akan menari tarian moderen.

“Bagaimana kabarnya anak-anak awam itu?” tanya May sambil memasang kaset ke tape.

“Huh! EGP! Emang Gue Pikirin?” dengus Desy.

“Jangan terlalu meremehkan mereka,” nasihat Ricky. “Belum tentu penampilan mereka tidak lebih baik dari kita.”

“Yach, tetap aja kita tuh yang terbaik! Kapan sejarahnya mereka lebih baik dari kita?”

“Belum tentu,” bantah Ricky.

“Sudah…jangan ribut melulu,” Riko meredakan suasana. “Gue sudah menyuruh Aje untuk menyelidikin mereka. Jadi kalian tenang saja.”

Anak-anak perempuan dari kelompok borjuis memulai latihan. Mereka mengikuti gerakan Cici yang melatih mereka.

“May, gerakan loe tuh salah,” Cici menegur May.

Kok gue? Bukan gue yang salah, Desy tuh yang salah gerakannya,” tuduh May kesal.

Lho? Kok gue?” Desy tidak terima dituduh seperti itu.

“Sudah…jangan ribut! Ayo kita mulai lagi dari awal,” perintah Cici.

Anak-anak perempuan borjuis kembali mengulangi gerakan dari awal. Tiba-tiba Mardiana dan Delvina saling bertabrakan pada gerakan memutar. Kepala ketemu kepala dan kejeduk deh!

Auw!!” jerit Mardiana dan Delvina bersamaan.

Ihhh! Loe tuh bagaimana sih? Gerakannya ndak becus!” omel Mardiana.

Diomelin seperti itu membuat Delvina langsung nyolot, “Kenapa jadi gue yang salah!? Loe tuh yang salah gerak. Disuruh putar ke kiri eh, loe putarnya ke kanan!”

Cici menepuk dahinya dengan kesal. Dia hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.

“Ky, kalau seperti ini bagaimana kita mau menang coba?” ujar Cici pada Ricky.

“Kalian bisa lebih kompak lagi ndak, sih? Dari tadi latihannya ndak ada yang beres! Bagaimana kalau kelompoknya Chintya yang mendapat peluang itu? Loe semua mau dipermalukan dengan kostum batik itu!?” Ricky mulai naik pitam.

Tentu saja semua anak borjuis menggelengkan kepala.

Loe tenang aja, Ky. Ndak mungkinlah mereka lebih baik dari kita,” sela Desy santai.

Loe diam aja, Des! Loe tuh ndak mengerti bagaimana perasaan Ricky!” bela Cici. Desy melengos kesal. Tentu saja Cici membela Ricky. Seluruh anak SMANSATA juga sudah tahu kalau dari dulu Cici suka sama Ricky.

“Biasa saja dong, Mbak….ndak usah nyolot!” sindir Desy.

Aje masuk ke aula dengan napas ngos-ngosan. Napasnya seperti akan habis karena dia telah berlari dari lantai dua ke aula dalam waktu semenit.

Loe kenapa, Aje? Dikejar satpam? Memang loe nyolong baju di mana? Kok sampai dikejar-kejar?” tanya May heran.

Ah, ndak nyambung loe!” gerutu Aje sambil mengatur napas agar kembali normal. “Gue punya kabar buruk.”

Seluruh anak borjuis yang ada di aula segera memperhatikan Aje. Mereka penasaran dengan kabar buruk yang akan dikatakan oleh Aje.

“Tadi gue sudah lihat apa yang dilakukan oleh anak-anak awam.”

“Memangnya mereka akan menampilkan tarian apa?” tanya May.

“Tarian tor-tor.”

Anak-anak borjuis berpandangan dan kemudian tertawa nyaring. Sungguh bagi mereka tidak ada yang lebih lucu selain mendengar hal ini.

“Hahaha….loe dengar? Mereka ingin menyaingin kita dengan tarian jadul gitu? Yang benar aja? Tarian kita adalah tarian moderen! Ndak bakalan deh mereka bisa ngalahin kita! Hahaha…” May memegangin perutnya ikut ketawa bersama yang lain.

“Ssssttt!!” seru Ricky keras. Semua terdiam. “Lalu kabar buruknya apa?” tanya Ricky.

“Meskipun mereka menari tarian daerah, tapi gue ngaku kalau tarian mereka jauh lebih bagus lagi dari tarian kita,” seru Aje yakin.

Mendengar hal itu Cici langsung nyolot, “Maksud loe apa, Aje? Loe kok memuji tarian mereka sih!?”

Gue ndak asal memuji. Memang kenyataannya mereka tuh kompak banget. Loe bandingkan saja dengan kelompok kita yang hancur lebur seperti ini!”

Cici terdiam. Mau tidak mau dia harus mengakuin kalau mereka belum bisa latihan dengan gerakan sempurna.

“Sial!” Ricky menendang tembok Aula dengan kaki kanannya.

“Ricky, gue janji bahwa kita pasti menang. Tarian gue pasti bisa ngalahin mereka, jadi loe tenang saja,” hibur Cici. Tangan kirinya menepuk-nepuk pundak kanan Ricky. Tapi dengan mudah Ricky menepisnya kasar. Cici kaget diperlakukan seperti itu tiba-tiba.

“Jangan cuma omong doang! Buktikan!” bentak Ricky dan lalu pergi meninggalkan Aula dengan penuh marah.

Desy dan May menahan diri untuk tidak menertawakan Cici yang dicampakkan begitu saja oleh Ricky. Tapi seperti apapun mereka menahan diri, tetap saja Cici tahu apa yang ada dipikiran mereka.

“Ketawa loe!?” bentak Cici galak. “ Ayo, mulai latihan!”

***

Pada hari Minggu, tanggal 11 Agustus, tibalah saatnya para guru menilai hasil kerja sama dari kedua kelompok itu. Ketika kelompok borjuis menampilkan tarian mereka, Desy berkali-kali melakukan kesalahan dalam beberapa gerakan. Meskipun kesalahan itu tidak kentara, tetap saja akan mengurangi nilai di mata guru. Terlebih lagi, Delvina sempat terjatuh saat melakukan gerakan salto. Tentu saja kejadian itu langsung direspon oleh anak-anak awam dengan nada meledek. Ricky yang menonton dari bangku penonton hanya bisa menghela napas dengan kesal.

Ketika giliran anak-anak awam yang tampil, mereka membawakan tarian tor-tor dengan sangat gemulai. Para guru sempat terpukau dengan gerakan mereka. Tidak terkecuali juga Ricky. Dia harus mengakui bahwa dia terpesona dengan gerakan lembut Chintya ketika menari. Chintya yang dia kenal sebagai cewek pemberani dan penentang itu ternyata bisa berubah menjadi gadis lembut yang pandai menari.

Cici yang duduk di sebelah Ricky menyadari hal itu. Dia merasa jealous .

“Ky, kok muka loe gitu sih? Loe terpesona sama mereka ya?” tuduhnya kesal.

Ricky tergagap dituduh begitu. Dia bermaksud membantah tapi dalam hati dia mengaku.

“Ya nggaklah! Ngapain terpesona sama mereka? Jangan ngomong yang ngelantur deh!” Ricky segera beranjak pergi dari tempat itu. Mulutnya Cici terlihat maju. Dia tahu pasti kalau Ricky sebenarnya kagum sama anak-anak awam itu.

Perasaan jealousnya bertambah besar ketika mendengar pengunguman bahwa anak-anak awam yang mempunyai hak untuk menentukan tema acara ulang tahun sekolah nanti. Tentu saja dengan dress code batik. Cici mencibir mendengarnya.

“Kenapa, Ci?” Riko menghampirinya dan duduk di sebelahnya menggantikan posisi Ricky.

Gue merasa kalau Ricky tuh suka sama Chintya! Tadi aja gue lihat dia melihat Chintya menari sampai seperti itu! Padahal gue ‘kan jauh lebih baik dari cewek itu. Kalau cuma menari seperti itu, gue juga bisa!”

Loe dengan Chintya jelas beda dong. Loe tajir, dia ndak. Loe cantik, dia ndak. Banyak perbedaan loe berdua…”

“Tapi kenapa Ricky perhatikan dia sampai seperti itu? Gue yang sudah kenal dia lebih lama aja ndak pernah diperhatikan seperti itu.”

“Cici,” Riko menggenggam kedua tangan Cici. “Loe jadi cewek jangan terlalu naïf. Cowok di dunia tuh banyak. Loe jangan fokus ke Ricky aja yang belum ketahuan sayang sama loe atau ndak? Lebih baik loe fokus ke cowok yang sudah jelas sayang sama loe. Yaitu gue…

Cici mengernyitkan alisnya. Dia tidak suka mendengar omongan Riko. Dengan cepat dia menarik kedua tangannya dari genggaman tangan Riko.

Ndak sudi! Gue ogah sama cowok yang lain. Hanya Ricky…!” ujarnya ketus.

Riko terdiam mendengarnya. Dari dulu sebenarnya dia sudah tahu kalau dia tidak akan dapat bersaing dengan Ricky untuk memperebutkan Cici. Tapi kali ini dia sudah tidak sabar lagi. Dia benci pada Ricky yang selalu mendapatkan segalanya. Ricky selalu menjadi nomor satu.

***

Keesokan sorenya, Chintya, Ecca dan Tiwi pergi bertiga untuk belanja gaun batik. Mereka pergi ke THM untuk melihat-lihat gaun yang bagus. Tapi karena belum ketemu yang diinginkan, mereka kelelahan dan beristirahat di KFC dekat THM. Di sana mereka memesan makanan dan minuman. Dua jam kemudian mereka pergi ke GTM yang terletak di seberang THM. Sebelum mencari gaun batik, mereka mampir ke gramedia untuk melihat-lihat buku terbitan baru.

Tanpa sengaja kedua mata Chintya menemukan sosok Riko yang sedang bicara dengan seseorang. Karena penasaran melihat tingkah Riko yang mencurigakan dan selalu bisik-bisik dengan temannya itu, Chintya diam-diam mendekati mereka untuk mencari tahu.

“ Ini kaset yang loe pesan,”temannya menyerahkan sebuah kaset pada Riko. “ Memang kaset porno itu buat apa? Padahal loe ‘kan nggak suka nonton yang seperti itu.”

Chintya segera merekam kejadian itu secara diam-diam melalui kamera di Hpnya. Dia berpikir mungkin nanti akan berguna.

“ Ini memang bukan buat gue. Tapi buat Ricky. Loe tau kan dia? Gue tuh sebal banget sama dia. Dia selalu merebut apa yang gue mau!”

Wah, gue pikir loe temannya. Selama ini kan loe dekat sama dia.”

Cih,gue tuh selama ini hanya pengen nebeng kepopulerannya saja.”

“ Jadi apa yang mau loe lakukan pada kaset ini?”

“ Besok adalah hari razia. Sampai saat ini belum ada satupun anak SMANSA yang pernah kena razia karena mereka semua terlalu patuh. Tapi besok semua akan heboh dengan ditemukannya kaset ini dalam tas Ricky. Hahaha…”Riko tertawa pelan.

Chintya terperangah tidak percaya pada semua yang dilihat dan didengarnya. Dia tidak menyangka Riko yang selama ini care pada Ricky akan tega melakukan hal seperti ini. Dia bersyukur karena sudah merekam kejadian itu. Mungkin rekaman ini besok akan berguna.

***

Keesokan harinya, memang terjadi kehebohan seperti yang diinginkan oleh Riko ketika tiba waktunya razia. Ricky disidang di ruang kepala sekolah dengan Ibu Rosita dihadapannya. Ricky hanya menunduk tidak tahu harus berbuat apa.Dari tadi dia sudah membantah tapi tidak ada yang percaya kecuali teman-temannya.

Di luar ruangan, anak-anak borjuis sedang menduga-duga siapakah pelaku yang menfitnah Ricky? Karena mereka sangat yakin kalau Ricky tidak bersalah.

Gue yakin banget ini adalah kerjaannya anak-anak awam! Siapa lagi coba? Kan musuh besarnya Ricky cuman mereka!”tuduh Cici.

Semua anak-anak borjuis setuju akan tuduhan Cici itu.Mereka segera sepakat untuk menuntut mereka.

***

Tanpa tahu akan penuntutan anak-anak borjuis itu, anak-anak awam sedang kumpul di pagar samping sekolah. Chintya sedang memperlihatkan rekaman di Hpnya yang direkamnya kemarin. Teman-teman Chintya merasa kasihan pada Ricky. Mereka pun berniat membantu Ricky agar keluar dari permasalahannya.

Tapi belum sempat melakukan apa-apa, tiba-tiba anak-anak borjuis menyerbu mereka. Mendapat serangan tiba-tiba seperti itu dan tanpa persiapan apa-apa membuat anak-anak awam segera ambil tindakan untuk lari. Beberapa anak awam lari menyebrang ke jalan raya. Melihat hal itu, anak-anak borjuis mengejar mereka. Lukman yang memang penakut, berlari-lari sambil berteriak minta tolong. Langkah Lukman yang lambat membuat Riko dapat mengejar dan menangkapnya dengan mudah. Disekap oleh Riko membuat Lukman tambah ketakutan. Dengan berbagai cara dia memberontak dari genggaman Riko. Lukman mendorong Riko dengan sekuat tenaganya. Riko pun terdorong beberapa langkah. Meskipun dapat menyeimbangkan tubuhnya agar tidak jatuh, tapi dia tidak dapat menghindari mobil yang melaju dari arah belakangnya dengan kecepatan tinggi. Pengendara mobil itu sendiri kaget saat melihat ada seorang anak SMA yang menghalangi mobilnya dengan tiba-tiba. Hal itu membuat si pengendara terlambat mengerem mobilnya dan akhirnya terjadi sebuah tabrakan yang cukup membuat orang-orang di tempat kejadian merasa ngeri melihatnya.

***

Di RSUD Tarakan, anak-anak awam dan borjuis berdiri di depan ruang UGD. Mereka semua menangis tanpa suara. Dihadapan mereka, Lukman terbaring tidak berdaya. Luka yang dialaminya sangat parah. Sampai detik ini dia belum sadarkan diri. Anak-anak borjuis ikut khawatir dengan keadaan Lukman. Mereka merasa bersalah, terutama Riko. Dia tidak menyangka kalau Lukman akan menghalangi mobil itu untuk melindunginya. Air matanya mengalir deras. Dia benar-benar merasa jahat selama ini. Kalau sampai Lukman tidak juga sadarkan diri, dia akan merasa sangat terpukul.Dia merasa harus mewakilin seluruh anak-anak borjuis untuk meminta maaf pada anak-anak awam.

“ Maafkan gue dan teman-teman gue selama ini selalu jahat sama kalian. Padahal kalian tidak pernah jahat sama kami semua.”

Chintya dan teman-temannya berpandangan lalu akhirnya mengangguk. Mereka memaafkan anak-anak borjuis dengan tulus.

Loe juga harus minta maaf sama Ricky!”cetus Cici jengkel. Karena sekarang mereka sudah tahu siapa pelaku fitnah itu. Riko menundukkan kepala tidak berani menatap Ricky. Tapi Ricky segera merangkulkan tangannya ke pundak Riko, “ Jangan dipikirkan,bro. Gue nggak masalah kok. Gue tau alasan loe berbuat itu. Ci,…Riko ini sebenarnya baik.Dia selalu membela loe. Loe seharusnya bangga ada cowok yang mencintai loe seperti dia.”

Cici terdiam dan Riko hanya menatap Ricky dengan tatapan penuh terimakasih.

***

15 Agustus 2008,

Suasana mendung hari ini mewakili kesedihan seluruh anak SMANSA. Mereka harus melepaskan kepergian salah satu teman mereka, Lukman Hakim untuk kembali ke sisi ALLAH SWT. Mereka semua berkumpul di tempat istirahat terakhir Lukman.

“ Man, hari ini adalah hari ulang tahun sekolah kita. Kamu harus bersyukur karena kepergian kamu banyak membawa berkah buat kami semua. Karena kamu, tidak ada lagi anak-anak awam dan borjuis di SMANSA.. Yang ada hanya satu, anak SMANSA. Karena kamu, kami semua menjadi tahu arti sebuah persahabatan,”ucap Chintya lirih mewakili seluruh teman-temannya.

“Semoga kamu bahagia, kawan. Terimakasih karena telah memberikan pelajaran berharga buatku untuk berani berkorban demi orang lain,” Riko menyeka sudut matanya yang basah. Selamat jalan kawan, ucap mereka semua di dalam hati.

THE END

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih kunjungannya~ :)

 

bOLLywood-giRL.coM © 2010 Web Design by Ipietoon Blogger Template and Home Design and Decor